GridHEALTH.id - Indonesia berada di urutan ketiga dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia setelah China dan India.
Menurut WHO, pada 2001 sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TBC dengan kematian 3 juta orang per tahun.
Di negara berkembang kematian akibat penyakit ini menyumbang 25% dari seluruh kematian karena gangguan kesehatan. Padahal, sejatinya penyakit ini dapat dicegah dan diobati.
Baca Juga : Bayi Bisa Juga Terkena Penyakit Tuberculosis alias TBC atau TB
Berdasarkan penelitian WHO pula, ditemukan bahwa dalam setiap menit ada dua anak balita dengan rentang usia 0-5 tahun meninggal dunia di seluruh dunia akibat TB.
Gejala paling umum dari TBC dapat dilihat dari ciri fisiknya, seperti BB tidak kunjung naik, nafsu makan kurang sehingga semakin kurus, tubuhnya mudah lemas, sering rewel, dan muncul benjolan kecil di bagian leher (kelenjar getah bening).
Biasanya, menurut H. Muljono Wirjodiardjo, M.D., Ph., dari RS Internasional Bintaro Tangerang, Banten, jika gejala ini muncul, kemungkinan bayi sudah terinfeksi kuman TBC sehingga perlu diperiksa ke dokter, bahkan dilakukan tes Mantoux.
Ada dua kemungkinan hasil yang didapat, bayi hanya terinfeksi kuman TBC dan belum meningkat menjadi penyakit TBC atau sudah terinfeksi dan sudah meningkat menjadi penyakit TBC.
Baca Juga : Sering Risih Karena Bau? Bisa Jadi Bakteri ini Bersarang di Vagina
Jika hanya terinfeksi kuman dan belum menjadi TBC, dokter akan memberikan pengobatan yang fungsinya adalah pencegahan supaya kuman TBC tidak meningkat menjadi penyakit TBC.
Pengobatan ini biasanya berlangsung hingga 3 bulan dengan meminum obat antituberkulosis dan beberapa obat lain untuk mengatasi gejala yang muncul, juga vitamin.
Setelah 3 bulan, dokter akan mengevaluasi apakah kondisi tubuh bayi sudah bagus atau belum.
Jika sudah bagus—kuman TBC sudah tidak lagi berbahaya—maka pengobatan distop.
Kondisi "bagus" ini biasanya ditunjukkan dengan pertambahan BB bayi yang baik, tubuhnya terlihat bugar, nafsu makan baik, tidak mudah lemas dan rewel, serta lainnya.
Baca Juga : Catat, Ini 7 Hal Tidak Boleh Dilakukan Pada Bayi Baru Lahir!
Sebaliknya, jika kondisinya tetap buruk, pengobatan TBC ditingkatkan untuk 3 bulan berikutnya.
Namun jika dari hasil diagnosis ditemukan bayi positif mengidap TBC, jelas Muljono, dokter akan melakukan terapi pengobatan untuk menumpas penyakit tersebut.
Caranya dengan memberikan obat antibiotik skala ringan, sedang, atau berat, dilihat dari kasus yang ada pada bayi.
Pada bayi yang mendapatkan penanganan segera dan kondisi daya tahan tubuhnya tidak buruk, biasanya serangan kuman TBC tidak terlalu berat.
Baca Juga : Waspada Cat Kuku Dapat Sebabkan Infeksi pada Wajah dan Area Kewanitaan
Begitu pun sebaliknya. Pengobatan ini berlangsung secara kontinu selama 6 bulan yang setiap bulannya akan dipantau terus oleh dokter.
Supaya pengobatan berhasil dilakukan, dibutuhkan kerja sama orangtua untuk memberikan pengobatan secara tepat sesuai anjuran dokter. Misal, tanpa pernah alpa memberikan obat antibiotik terhadap bayi.
Mungkin banyak orangtua khawatir dengan pengobatan TB yang cukup lama—hingga 6 bulan—dapat mengganggu pertumbuhan bayi dan muncul berbagai efek samping.
Memang, efek samping mungkin ada seperti mual, lidah terasa pahit, tinja lebih cair, dan lainnya.
Tetapi, Muljono menerangkan, hal ini hanya sementara yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan.
Baca Juga : Bayi Bisa Juga Terkena Penyakit Tuberculosis alias TBC atau TB
Sedangkan efek-efek yang lain, gangguan pada organ tubuh seperti ginjal, berdasarkan penelitian ternyata bayi lebih aman karena bayi memiliki sistem metabolisme tubuh yang jauh lebih baik dibandingkan orang dewasa.
Apa yang masuk ke dalam tubuhnya akan cepat dikeluarkan lagi dalam bentuk air seni atau tinja.
Jadi, tak perlu khawatir, ya, Bu-Pak. Apalagi, obat yang digunakan sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh bayi.
Dokter akan melihat usia dan BB bayi untuk disesuaikan dengan dosis obat yang dibutuhkan.