Find Us On Social Media :

Media Sosial Picu Munculnya Sindrom Quasimodo, Gangguan Kejiwaan Akibat Kecemasan Penampilan Diri

Pengidap sindrom Quasimodo umumnya memeriksa daerah wajah mereka dan menemukan 'cacat' baru setiap waktu.

GridHEALTH.id - Menurut sebuah laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari empat orang di dunia akan dipengaruhi oleh gangguan mental atau neurologis di beberapa titik dalam kehidupan mereka.

Baca Juga: Fairuz A Rafiq Tak Bisa Tidur Setelah Dihina Bau Ikan Asin, Begini Efek Dari Sindrom Sakit Hati

Sekitar 450 juta orang saat ini menderita kondisi seperti itu, menempatkan gangguan mental di antara penyebab utama kesehatan buruk dan cacat di seluruh dunia.

Untuk mengungkap betapa rumitnya pikiran manusia, sekarang saatnya untuk memeriksa salah satu gangguan mental yang paling tidak biasa: sindrom Quasimodo.

Dinamai sesuai dengan karakter Quasimodo dalam buku Victor Hugo "The Hunchback of Notre Dame," sindrom Quasimodo mengarah kepada body dysmorphic disorder atau gangguan dismorfik tubuh yang berarti individu tersebut menemukan kekurangan dalam tubuh mereka dan merasa tidak nyaman.

Psikolog spesialis klinis, Sena Sivri mengatakan bahwa orang dengan sindrom Quasimodo selalu memeriksa diri mereka sendiri di cermin dan menemukan kekurangan baru setiap saat.

"Pikiran-pikiran ini menghancurkan diri. Karena ketidakbahagiaan yang disebabkan oleh situasi ini, dan akibat perasaan tidak puas dengan tubuh mereka membuat mereka jauh dari bisnis dan kehidupan sosial. Ketika penyakit semakin berkembang, pasien tidak dapat keluar dari rumah mereka. Dalam fase lanjut, mereka bahkan dapat mencoba bunuh diri, "kata Sivri.

Baca Juga: Ternyata Cokelat Kaya Magnesium yang Bisa Turunkan Risiko Diabetes, Ini Makanan Lainnya

Sindrom ini umumnya muncul selama masa pubertas. Seiring dengan kecenderungan genetik, norma-norma sosial dan persepsi keindahan yang tersebar di media sosial adalah faktor pemicu sindrom ini.

Sivri menjelaskan tiga tanda signifikan dari sindrom Quasimodo;

Baca Juga: Ganti Daging Merah Dengan Daging Ayam Kurangi Risiko Kanker Payudara 

1. Terlalu banyak menghabiskan waktu di depan cermin

Tanda dasar dari sindrom ini adalah bahwa individu terlalu banyak memeriksa dirinya sendiri dan menemukan cacat saat berkaca. Pemeriksaan-pemeriksaan yang memakan banyak waktu ini terutama difokuskan pada daerah wajah.

Penderita sindrom Quasimodo sering mengganggu orang lain dengan menanyakan pendapat nya tentang bagian tubuh yang dinilai jelek.

Masalahnya, apapun pendapat orang tidak akan meyakinkan mereka dan terus berpikir untuk mendatangi ahli bedah plastik dan ahli kecantikan kulit demi mendapatkan perubahan yang mereka butuhkan.

Jika ahli bedah mereka tidak menyetujui atau menganggap operasi itu tidak perlu, mereka dapat pergi ke orang yang kurang kompeten untuk menyelesaikannya dan malah berisiko merusak.

Baca Juga: Bocah Inggris Bangun Dari Koma 3 Minggu Setelah Sang Ibu Menyemprotkan Deodoran Favorit

2. Menjadi peragu

Orang dengan sindrom Quasimodo selalu ragu dengan penampilan mereka dan selalu berpikir bahwa orang lain akan menilai jelek penampilannya.

Mereka dapat membuat keputusan yang salah dalam segala hal dalam hidup mereka sejalan dengan persepsi mereka tentang kecantikan. Orang-orang dengan sindrom ini mengatakan hal-hal seperti, "Saya sangat jelek atau mata saya, hidung saya jelek."

Pada titik-titik ketika mereka harus membuat keputusan tentang kehidupan mereka, persepsi diri mereka yang jelek menciptakan harga diri yang rendah dan membuat mereka enggan dalam banyak hal.

Baca Juga: Diet Jepang, Sarapan 2 Pisang Setiap Hari Sanggup Turunkan Berat Badan

Akibat obsesi mereka terhadap kecantikan dan kesempurnaan penampilan, mereka jadi mengabaikan minat dan persepsi mereka dalam bidang kehidupan lain.

3. Punya perilaku obsesif

Penderita sindrom ini percaya mereka punya 'cacat imajiner' yang tidak dapat  dikenali oleh orang lain sebagai cacat serius dan waswas menghadapinya.

Karena persepsi ini, mereka menunjukkan perilaku yang berulang. Misalnya, melihat ke cermin, mencoba menyembunyikan sesuatu atau mengoreksi sesuatu, dan selalu mencari cara agar percaya dirinya tumbuh.

Akibatnya, mereka banyak menghabiskan waktu di depan cermin sehingga menjadi pribadi yang tertutup, dan enggan keluar rumah.

Baca Juga: WHO : Mikroplastik Dalam Air Minum Belum Menimbulkan Risiko Kesehatan Untuk Saat Ini

Satu-satunya hal yang mereka lakukan adalah memperbaiki kekurangan mereka. Dalam kasus-kasus lanjut, mereka dapat memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup mereka.

Pengobatan sindrom ini dapat berubah sejalan dengan latar belakang psikologis masalah pasien. Jika seorang psikolog menyetujui, perawatan medis dapat diterapkan disertai dengan psikoterapi yang benar.

Baca Juga: Eva Celia Lesmana Putuskan Jadi Vegetarian, Ini Keuntungannya Bagi Tubuh

Terapi perilaku kognitif dan hipnoterapi bisa sangat membantu dalam kasus-kasus seperti itu. Psikolog atau psikiater percaya, perawatan harus dimulai pada tataran psikologis sebelum keterlibatan estetika dicoba. (*)