GridHEALTH.id – Sesar adalah tindakan medis untuk mengeluarkan bayi dari dalam kandungan seorang ibu.
Tindakan medis ini adalah sebuah tindakan operasi besar. Karenanya persiapannnya khusus, baik bagi ibu yang akan disesar, maupun tim dokter dan paramedik, juga ruangan operasinya hingga ruang pemulihannya.
Baca Juga: Media Sosial Picu Munculnya Sindrom Quasimodo, Gangguan Kejiwaan Akibat Kecemasan Penampilan Diri
Tindakan medis operasi sesar harus detail seperti itu karena risikonya tidak kecil dan sedikit.
Menurut WHO, sebuah tindakan operasi bedah rentan mengalami infeksi bakteri pada luka sayatan, dan berkontribusi pada penyebaran resistensi antibiotik.
Mengutip dari situs WHO, di negara berpenghasilan rendah dan menengah, 11% pasien yang menjalani operasi terinfeksi. Di Afrika, hingga 20% wanita yang menjalani operasi sesar terkena infeksi luka bekas operasi.
Wanita yang mengalami infeksi lukas bekas operasi sesar, tentu membahayakan kesehatannya, juga kehidupannya, dan kemampuan untuk merawat bayi mereka.
Selain itu, berikut ini beberapa risiko yang timbul karena operasi sesar, seperti dikutip dari laman MayoClinic:
Infeksi
Setelah operasi sesar ibu mungkin berisiko terkena infeksi selaput rahim (endometritis).
Perdarahan postpartum
C-section mungkin menyebabkan perdarahan hebat selama dan setelah melahirkan.
Reaksi terhadap anestesi
Reaksi yang merugikan terhadap semua jenis anestesi.
Gumpalan darah
C-section mungkin meningkatkan risiko mengembangkan gumpalan darah di dalam vena dalam, terutama di kaki atau organ panggul (deep vein thrombosis).
Jika bekuan darah mengalir ke paru-paru dan menghambat aliran darah (pulmonary embolism), kerusakannya bisa mengancam jiwa.
Infeksi luka
Bergantung pada faktor-faktor risiko dan apakah memerlukan bedah sesar darurat, ibu mungkin berisiko lebih tinggi terkena infeksi sayatan alias Surgical site infections (SSI).
Cedera bedah
Meskipun jarang, cedera bedah pada kandung kemih atau usus dapat terjadi selama operasi sesar.
Jika ada cedera bedah selama operasi sesar, operasi tambahan mungkin diperlukan.
Peningkatan risiko selama kehamilan di masa depan
Setelah operasi sesar ibu menghadapi risiko komplikasi serius yang lebih tinggi pada kehamilan berikutnya daripada setelah melahirkan secara normal alias pervaginam.
Baca Juga: Ternyata Cokelat Kaya Magnesium yang Bisa Turunkan Risiko Diabetes, Ini Makanan Lainnya
Semakin banyak bekas sayatan ibu miliki, bekas operasi sesar, semakin tinggi risiko plasenta previa juga plasenta akreta.
Risiko rahim sobek terbuka di sepanjang garis parut dari operasi C-section sebelumnya (ruptur uteri) juga lebih tinggi jika pada persalinan berikutnya ingin mencoba VBAC alias persalinan pervaginam/normal setelah sesar.
Di luar itu, satu hal yang harus diketahui oleh kita semua, menurut laman WHO infeksi di tempat operasi bukan hanya masalah bagi negara-negara miskin.
Di Amerika Serikat, mereka berkontribusi pada pasien yang menghabiskan lebih dari 400.000 hari ekstra di rumah sakit dengan biaya tambahan US $ 10 miliar per tahun.
Oleh karena tingginya risiko infeksi luka bekas operasi, tak terkecuali pada operasi sesar, WHO meluncurkan pedoman global tentang pencegahan infeksi di lokasi bedah pada 3 November 2016.
Pedoman WHO baru ini berlaku untuk negara mana pun dan cocok untuk adaptasi lokal, dan memperhitungkan kekuatan bukti ilmiah yang tersedia, implikasi biaya dan sumber daya, serta nilai dan preferensi pasien.
Di Indonesia sendiri, melansir marketeers.com, Adianto Nugroho, dokter spesialis bedah dari rumah sakit MRCCC Siloam Hospitals Semanggi mengatakan saat ini Surgical Site Infections (SSI) masih sering terjadi di Indonesia dengan persentase antara 5%-8%.
Kesimpulannya, prevalensi healthcare-associated Infections (HAI) di Indonesia sebanding dengan negara lain. “Namun, prevalensi SSI pada pasien bedah di Indonesia tinggi. Sebab itu, dibutuhkan pencegahan SSI,” jelas Adianto.
Masih dari laman yang sama, Hari Paratono, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, mengatakan salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk mencegah SSI berdasarkan guidelines WHO adalah preoperative bathing.
Baca Juga: Anaknya Sempat Cekcok dengan Jennifer Dunn, Bunda Sarita: 'Aku Punya Jam-Jam Tertentu Untuk Nangis'
Direkomendasikan untuk membersihkan seluruh bagian tubuh untuk mengurangi jumlah bakteri pada permukaan kulit pasien selama menjalanakan operasi, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya SSI.
WHO juga merekomendasikan penggunaan benang berlapis antimikroba dalam beberapa jenis operasi guna mengurangi risiko terjadinya SSI.(*)