GridHEALTH.id - Penyelenggaraan Pilkada serentak di tahun 2020 ini menuai banyak kekhawatiran dari banyak pihak.
Bukan tanpa alasan, pasalnya Pilkada yang dilaksanakan di masa pandemi justru dinilai dapat membuat penyebaran virus corona semakin meluas karena memicu adanya keramaian atau kerumunan orang.
Padahal keramaian atau kerumunan orang membuat risiko penyebaran virus corona semakin tinggi.
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), penularan virus corona antar manusia sering terjadi dalam kontak dekat, yakni sekitar 1,8 meter.
Penyebaran dari orang ke orang ini terjadi terutama melalui tetesan pernapasan yang dihasilkan dari air liur ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Tetesan ini dapat mendarat di mulut atau hidung orang-orang yang berada di dekatnya atau mungkin terhirup ke dalam paru-paru.
Bahkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengakui, bahwa semua pihak berisiko tertular Covid-19 jika Pilkada 2020 tetap diselenggarakan.
Baca Juga: Lagi, Klinik Aborsi Digerebek, Risiko Susah Hamil Membayangi Pelaku Aborsi
Hal itu disampaikannya menanggapi pertanyaan tentang masih mungkinkah penundaan Pilkada 2020.
"Kalau ditanya siapakah yang kemudian berisiko kalau pilkada ini dijalankan, saya kira kita semua sebetulnya," ujar Dewa dalam diskusi daring bertajuk "Pilkada Pandemi di Antara Kerumunan Massa", Rabu (23/9/2020).
"Faktanya, misalnya di KPU sendiri Pak Ketua, kemudian ada anggota tertular (Covid-19). Lalu ada anggota yang sedang dalam proses penyembuhan dan syukur sudah sembuh," kata dia.
Baca Juga: Tak Sadar Tengah Hamil Muda, Adakah Efek Samping Jika Ibu Hamil Makan Mi Instan?
Oleh karena itu, kata dia, hal yang harus dilakukan saat ini yakni menjaga komitmen untuk mentaati protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada.
Sebab, tantangan pilkada saat ini adalah bagaimana tetap melaksanakan seluruh tahapan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
"Dengan segala kerendahan hati kami mengajak kita semua menjaga kesehatan, mematuhi protokol kesehatan. Karena protokol itu bukan hanya untuk pilkada tapi juga keseharian," kata dia.
"Karena faktanya daerah yang tidak pilkada juga kasus Covid-19-nya naik. Pertanyaannya, apakah ini naik karena pilkada atau bukan? Ini kan kita diskusi ya, wacananya jadi demikian," ucap Raka Sandi.
Dia pun menyebut kondisi pilkada saat ini berbeda dengan sebelumnya. Pilkada saat ini bakal digelar dalam kondisi bencana non-alam.
Baca Juga: 9 Makanan Anti Corona, Sedihnya Jarang yang Menyukainya Apalagi Anak
Kondisi ini menyebabkan pemerintah menyesuaikan dasar hukum pelaksanaan pilkada lewat UU Nomor 6 Tahun 2020 yang salah satunya mengatur pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
"Itu keputusan yang diambil antara KPU, pemerintah, dan DPR. Ketika belum ada putusan baru, KPU berkewajiban untuk melaksanakan apa yang sudah diputuskan," kata Raka Sandi.
Baca Juga: Hamil Muda Ngidam Jengkol Bisa Mengatasi Sembelit, Zaskia Sungkar Menyukainya
"Saya kira ini juga adalah bagian dari bagaimana kita membangun mekanisme ketatanegaraan dalam rangka mewujudkan negara hukum yang demokratis," ucap dia.
Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Selama pertengahan Maret hingga Juni 2020, tahapan Pilkada sempat ditunda akibat pandemi virus corona.
Baca Juga: Tips dari Virologist Musnahkan Virus Corona, Lebih Ampuh dan Murah dari Hand Sanitizer
Terhitung 15 Juni 2020, tahapan kembali dilanjutkan. Hari pemungutan suara Pilkada akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan pandemi Covid-19 di Tanah Air, banyak pihak yang mendesak agar Pilkada ditunda. Desakan itu datang dari para pegiat pemilu hingga organisasi masyarakat.(*)
Baca Juga: 7 Jenis Makanan yang Bisa Membunuh Gairah Seksual Pria, Hindari atau Menyesal
#berantasstunting
#hadapicorona