"Misalnya, pecahnya dinding dasar otak akibat tumor atau trauma," jelas Anton.
Ia mengatakan, informasi mengenai tes swab disebut dapat merusak otak tersebut tidak memiliki dasar ilmiah dan bukti yang mendukung.
Sebaliknya, swab test sangat direkomendasikan dalam mendeteksi keberadaan virus corona penyebab Covid-19 pada manusia.
"Justru yang direkomendasikan itu swab test. Kalau rapid test kan hanya mendeteksi antibodi yang ada di tubuh," papar Anton.
Terlepas dari itu, fakta lain dari pecahnya cairan otak wanita asal Amerika Serikat tersebut diketahui lantaran ia pernah dirawat bertahun-tahun karena hipertensi intrakranial, yakni tekanan terlalu tinggi dari cairan serebrospinal yang melindungi otak.
Penanganan yang dilakukan dokter saat itu menggunakan pintasan untuk mengalirkan sebagian cairan dan kondisi itu dapat diatasi.
Namun, itu kemudian menyebabkan pasien mengembangkan kondisi lain yang disebut encephalocele, atau cacat di dasar tengkorak yang membuat lapisan otak menonjol ke hidung, di mana itu rentan pecah.