Find Us On Social Media :

Untuk Keamanan Pangan Ikuti BPOM, Jangan dari Pihak yang Tak Kredibel

Struktur kimiawi BPA

GridHEALTH.id - Memerhatikan dan mengetahui informasi keamanan pangan harus dilakukan oleh seluruh masyarakat.

Dari sekian banyak hal berkenaan dengan keamanan pangan, baru-baru ini isu BPA pada kemasan pangan meresahkan masyarakat Indoensia.

BPA alias bisphenol A banyak diberitakan ada pada kandungan prodak pangan yang dijual bebas di Indonesia.

Baca Juga: Stop Penggunaan Plastik BPA Sekarang Juga, Demi Kesehatan Jangka Panjang

Produk pangan dengan kandungan BPA disebut yang kemasannya plastik.

Dari sekian banyak produk pangan dengan kemasan plastik, prodak air mineral dalam kemasan guna ulang paling banyak mendapat sorotan.

Padahal prodak air mineral kemasan sekali pakai pun menggunakan plastik sebagai kemasannya.

Belum lagi jika kita lihat di toko, warung, swalayan kecil hingga besar, hampir semua prodak pangan yang dijajakan menggunakan kemasan plastik.

Prodak pangan manakah yang berbahaya karena BPA-nya?

Baca Juga: Mulai Juli 2020 Kantong Plastik Dilarang di Jakarta, Ini Dampak Sampah Plastik Bagi Kesehatan

Untuk diketahui, Menurut Dwi Retno Widiastuti, ST, dalam artikelnya 'Bisfenol A dalam Kemasan Pangan' yang dipublikasikan di laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan - Direktorat Pengelolaan B3, BPA merupakan bahan kimia yang telah digunakan selama lebih dari 40 tahun dalam pembuatan plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi.

Turunan BPA digunakan, dalam batas tertentu, sebagai bahan tambahan dalam plastik polivi nil klorida (PVC).

Polikarbonat ini banyak digunakan sebagai bahan kemasan pangan, antara lain botol susu bayi, botol air minum (galon), dan tableware.

Juga digunakan sebagai pelapis pelindung bagian dalam kaleng makanan dan minuman, termasuk makanan formula bayi kalengan yang berbentuk cair.

Baca Juga: Selembar Struk ATM Ternyata Lebih Beracun Daripada Botol Plastik

Ini pun digunakan dalam produk konsumen yang digunakan sehari-hari seperti peralatan elektronik (misalnya komputer dan ponsel), peralatan medis, helm, dan lain-lain.

Penggunaan BPA pada kemasan pangan tentu ada tujuannya, dan sudah dipertimbangan efek baik buruknya.

BPA digunakan dalam bahan kemasan pangan, pelapis bagian dalam kaleng; untuk mencegah korosi kaleng dan kontaminasi pada makanan dan minuman terhadap logam yang terlarut.

Serta menjaga kualitas dan keamanan makanan kaleng.

Sedangkan penggunaannya dalam plastik polikarbonat untuk makanan dan minuman, dengan tujuan; plastik jenis tersebut tidak mudah pecah, ringan, jernih, dan tahan panas.

Baca Juga: Siapa Sangka Rutin Makan Kecipir Sebagai Lalapan, 6 Khasiat Ajaib Ini Akan Dirasakan Tubuh

Berbicara mengenai BPA kita harus pahami terlebih dahulu ulasan kimiawinya. Supaya tidak salah dan asal menduga dan menuding produk pangan dengan kemasan plastik berbahaya bagi kesehatan.

Berdasarkan struktur kimianya, melansir ik.pom.go.id, dengan judul 'Bahaya Paparan Bisphenol A', BPA mempunyai dua gugus fenil, dua gugus metil, dan dua gugus hidroksil (alkohol).

Dalam bentuk bebas, BPA bersifat sedikit lipofilik (dapat larut dalam lemak).

Namun melalui proses metabolisme di dalam hati, BPA diubah menjadi senyawa yang agak lebih hidrofilik (dapat larut dalam air).

Dalam bentuk aktifnya, senyawa BPA memiliki aktivitas hormon estrogen, sehingga jika masuk ke dalam tubuh dapat memimik (meniru) hormon estrogen.

Baca Juga: Usai Inggris, Kini Ada Varian Baru Corona dari Afrika Selatan, Tak Mempan Meski Disuntik Vaksin Covid-19

Oleh karena itu para peneliti memberikan perhatian yang cukup besar terhadap BPA dan kemungkinan efeknya terhadap manusia.

Selain itu, BPA juga merupakan salah satu senyawa endocrine disruptors, yang dapat mengganggu biosintesis, sekresi, kerja, atau metabolisme alami suatu hormon.

BPA dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute paparan, namun yang utama adalah tertelan melalui pangan.

BPA bermigrasi ke dalam pangan melalui epoksi resin yang melapisi kaleng atau melalui kemasan pangan yang terbuat dari polikarbonat.

Baca Juga: Kesaksian Warga China Saat Lakukan Tes Usap Dubur Untuk Covid-19: 'Rasanya Sangat Memalukan'

Pangan yang disimpan dalam kemasan atau dipanaskan dalam wadah yang mengandung BPA dapat tercemar BPA yang bermigrasi dari kemasan ke dalam pangan pada saat dipanaskan.

Selain melalui rute tertelan, BPA dapat pula masuk ke dalam tubuh melalui kontak kulit, misalnya pada pekerja industri yang terlibat langsung pada pembuatan produk yang mengandung BPA, serta pada individu yang menggunakan mesin penghitung uang.

BPA juga terkandung dalam kadar rendah di udara dan debu di dalam ruangan, serta pada dental sealants.

Nah, bahayanya BPA menurut artikel yang ditulis Dwi Retno Widiastuti, ST, mempunyai efek seperti hormon estrogen sehingga diduga merupakan “endocrine disruptor” (mengganggu hormon endokrin).

Baca Juga: Lebih Efektif dari Sinovac, Vaksin Covid-19 Novavax Bakal Digunakan di Indonesia Beberapa Bulan Lagi

Berdasarkan beberapa percobaan pada hewan, senyawa ini diduga menimbulkan gangguan kesehatan pada dosis yang rendah antara lain berupa gangguan pertumbuhan; sistem reproduksi; otak; kelenjar prostat; sistem syaraf; dan tingkah laku.

Namun, ada ketidakpastian dalam menafsirkan relevansi studi tersebut pada kesehatan manusia.

Asal tahu saja, otoritas yang berwenang dalam keamanan pangan di berbagai negara seperti Health Canada dan US Food and Drug Administration (FDA) masih terus melakukan studi lebih lanjut untuk menjawab ketidakpastian tersebut.

Terkait dengan hal tersebut, World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) - United Nations, telah mengadakan pertemuan para ahli dari berbagai negara untuk mengkaji keamanan BPA.

Acara tersebut diselenggarakan pada 1–5 November 2010 di Ottawa, Kanada.

Hasilnya antara lain, secara umum paparan BPA pada manusia terlalu rendah untuk dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

Baca Juga: Gandeng Perusahaan Korsel, Kalbe Farma Bakal Luncurkan Obat Herbal Covid-19

Hasil evaluasi studi mengenai toksisitas BPA pada pertumbuhan dan reproduksi, menunjukkan timbulnya gangguan kesehatan, tetapi hanya pada dosis yang tinggi.

Mengenai hal ini, untuk beberapa studi terbaru memang menunjukkan adanya hubungan antara paparan BPA tingkat rendah dengan timbulnya gangguan kesehatan.

Akan tetapi sulit untuk menafsirkan relevansinya terhadap kesehatan manusia.

Otoritas kesehatan di Indonesia pun mengeluarkan penjelan mengenai hal ini.

Baca Juga: Ini Dia Deteksi Dini Gejala Kanker Usus Besar yang Patut Diwaspadai

Badan POM menerbitkan Klarifikasi Badan POM RI prihal BPA (24 Januari 2021). isinya sebagai berikut;

PENJELASAN BADAN POM RI

Tentang

Kandungan Bisfenol A (BPA) pada Kemasan Galon AMDK

Yang Digunakan Secara Berulang

Sehubungan dengan beredarnya informasi bahwa kandungan Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang digunakan secara berulang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, Badan POM memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:

Baca Juga: Jokowi Minta Karantina Wilayah, Menkes Budi Sebut Pilihan Tepat: 'Kalau Lockdown, Kayak Perang Amerika-Vietman'

1. Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.

2. Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.

3. Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan. EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari. Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Penelitian tentang paparan BPA (Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berat badan/hari sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.

Baca Juga: Cuma Rebus 10 Lembar Daun Salam Lalu Minum Airnya Sebelum Makan, 5 Hal Menakjubkan Ini Akan Dirasakan Tubuh

4. Beberapa penelitian internasional juga menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.

Selain melakukan pengawasan produk di peredaran, Badan POM juga terus mengedukasi masyarakat terkait keamanan pangan termasuk kemasan pangan, melalui mobilisasi para kader keamanan pangan dan tokoh masyarakat.

Kepada masyarakat diimbau agar menjadi konsumen cerdas dan tidak mudah terpengaruh oleh isu yang beredar.

Jika memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Contact Center HALOBPOM 1500533 (pulsa lokal), SMS 081.21.9999.533, WhatsApp 081.191.81.533, Twitter @BPOM_RI, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Jadi, mengenai keamanan pangan, pegangan kita harus yang kredibel dan bisa bertanggung jawab. bukan yang lain.

Begitu juga dengan infromasi, bijaklah memilih informasi, pilihlah sumber yang kredibel.(*)

Baca Juga: Ngantuk Berat Usai vaksin Covid-19 dari Sinovac, Papar Ariel NOAH Setelah Divaksin ke 2 Kalinya di Bandung

#berantasstunting

#HadapiCorona

#BijakGGL