GridHEALTH.id - Herpes kelamin alias herpes genital yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) terbagi atas HSV tipe 1 dan HSV tipe 2.
Penyakit infeksi ini adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), yang seringkali baru disadari ketika sudah memasuki tahap lanjutan atau saat sudah semakin parah.
Baca Juga: Diungkap Riset IDAI, Ini Penyebab Utama Kematian Pasien Covid-19 Anak di Indonesia
Ini bisa disebabkan karena penderita tidak menyadari gejalanya, atau merasakan gejalanya tapi enggan atau malu memeriksakannya.
Padahal, keterlambatan pemeriksaan IMS secara perlahan akan memengaruhi kualitas hidup penderita.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), pada kasus HSV, virus yang telah memasuki sel host/pasien, akan berdiam diri secara pasif di ujung syaraf.
Bila imunitas penderita baik, maka virus tidak akan menginfeksi dan tidak ada manifestasi penyakit.
Sebaliknya, bila sistem kekebalan tubuh penderita rendah, yang dipicu perubahan hormon, stres dan kelelahan akan meningkatkan risiko kekambuhan.
Baca Juga: 6 Faktor Risiko Yang Membuat Penyintas Bisa Alami Post Covid-19 Syndrome
Akan lebih berisiko lagi jika ibu hamil pada kehamilan awal mengalami HSV.
Pasalnya ibu hamil terinfeksi herpes kelamin bisa berisiko dua kali lipat memiliki anak autistik, dibandingkan ibu yang tidak terkena infeksi ini.
Temuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal mSphere dan diterbitkan oleh American Society for Microbiology.
Publikasi tersebut memperkuat anggapan bahwa peradangan atau inflamasi yang dialami selama kehamilan bisa berdampak terhadap otak janin.
Dalam studi, para ahli dari Columbia University melakukan pengujian daya tahan tubuh terhadap sejumlah ibu hamil untuk mengetahui responsnya terhadap empat jenis virus yang bisa menyebabkan bayi lahir dengan cacat bawaan, yaitu cytomegalovirus, rubella, herpes simplex 1 (HSV-1, yang menyebabkan terjadinya luka di area mata dan mulut) dan HSV-2.
Baca Juga: Pengobatan Herpes Simpleks Harus Sesuai Anjuran Dokter Agar Tak Muncul Komplikasi
Para ibu hamil ini pun menjalani pemeriksaan toksoplasma.
Menurut ahli, meningkatnya kadar antibodi dalam tubuh Ibu terhadap virus HSV-2 mengindikasikan adanya infeksi yang sedang terjadi, atau infeksi lama yang aktif kembali.
"Hasil studi memperlihatkan, respons daya tahan tubuh Ibu terhadap virus HSV-2 (herpes simplex tipe 2) bisa mengganggu perkembangan sistem saraf pusat janin, sehingga meningkatkan risiko autisme," kata Milada Mahic, peneliti dari Columbia University.
Baca Juga: Ketiak dan Leher Juga Selangkangan Hitam; Tanda Diabetes, Pada Bayi Beda Lagi
Mahic juga menyebut virus Zika, cytomegalovirus, dan rubella sebagai jenis virus lain yang bisa menyebabkan janin berisiko mengalami cacat bawaan lahir, termasuk kerusakan otak.
Namun, menurutnya ketiga jenis virus ini tidak berpengaruh terhadap autisme.
Dr. Ian Lipkin, ahli Epidemiologi dan Penyakit Infeksi dari Columbia University menyatakan, sebenarnya bukan virus itu sendiri yang menyebabkan anak berisiko menderita autisme.
"Gangguan yang terjadi pada perkembangan otak janin ini lebih dipengaruhi oleh respons daya tahan Ibu. Respons tersebut diwujudkan dalam bentuk peradangan atau inflamasi. Dampaknya kemudian menjalar sampai plasenta dan berpengaruh terhadap perkembangan otak janin," jelas Lipkin.
Baca Juga: Gejala Penyakit Infeksi Sifilis yang Mengancam Jiwa, Sudah Sembuh Bisa Tertular Kembali
Oleh karena HSV dianggap sebagai jenis infeksi yang tidak bisa disembuhkan dan bisa sewaktu-waktu muncul kembali, jenis infeksi ini banyak dialami oleh para wanita.
Tapi jika Ibu pernah terinfeksi virus herpes bukan berarti akan memiliki anak autistik.
Hanya saja studi menemukan bahwa risiko bayi mengalami autisme terjadi bila ibu hamil terkena gejala infeksi herpes pada trimester pertama.
Baca Juga: 3 Gejala Diabetes Ini Umumnya Terjadi Hanya Pada Pria, Catat
Saat itu memang otak janin memang sedang berkembang pesat.
Penting diketahui, hingga saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan infeksi virus HSV.
Adapun resep dari dokter yang menangani kasus HSV adalah obat antivirus dengan dosis tertentu dan frekuensi tertentu.
Tujuannya untuk meringkankan gejala infeksi dan penyembuhan luka.Penting untuk diingat, bahwa herpes genital sangat menular. Dan seseorang yang terjangkit HSV berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV.
Oleh karena itu, upaya terbaik untuk terhindar dari penularan herpes genital yaitu dari diri sendiri, dengan melakukan hubungan seksual secara aman dan tidak berganti-ganti pasangan.(*)Baca Juga: Penyandang Diabetes Berisiko Alami Infeksi Akibat Jamur, Ini Cara Mencegahnya
Sebagian artikel ini telah publish di nakita.id, 'Ini Risiko Bila Infeksi Herpes Terjadi pada Trimester Pertama Kehamilan'