Find Us On Social Media :

Demam Naik Turun Jadi Gejala Demam Tifoid, Begini Cara Mengobatinya

Demam tifoid memicu gejala demam naik turun.

GridHEALTH.id - Demam naik turun merupakan salah satu gejala yang bisa terjadi saat mengalami demam tifoid.

Melansir laman mayoclinic.org (3/11/2020), merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Bakteri tersebut dapat menginfeksi lewat konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.

Salmonella typhi juga bisa menular lewat kontak langsung dengan orang yang atau sempat terinfeksi demam tifoid (carrier).

Diketahui penderita demam tifoid akan terus membawa bakteri penyebabnya, Salmonella typhi dalam tubuhnya.

Ketika seseorang mengalami demam tifoid, mereka dapat merasakan gejala umum yang meliputi:

- Demam tinggi

- Sakit kepala

- Sakit perut

Baca Juga: T&J: Bagaimana Mengidentifikasi Gejala Omicron vs. Varian Lainnya

- Sembelit atau diare

Terkait gejala demam tinggi, demam pada tifoid biasanya akan turun pada siang hari dan naik di malam hari.

Demam dimulai dengan rendah di awal infeksi dan akan meningkat setiap hari hingga mencapai 40,5 derajat celcius.

Meski merupakan penyakit yang umum, demam tifoid yang tidak ditangani segera dan dengan cara yang tepat, maka dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal.

Mulai dari perdarahan internal hingga usus robek yang mengancam jiwa.

lantas bagaimana Demam Tifoid Diobati?

Melansir laman WebMD (28/7/2021), demam tifoid diobati dengan antibiotik yang membunuh bakteri Salmonella.

Sebelum penggunaan antibiotik, tingkat kematian pasien tifoid adalah 20%.

Kematian terjadi karena infeksi yang berlebihan, pneumonia, pendarahan usus, atau perforasi usus.

Dengan antibiotik dan perawatan suportif, angka kematian dapat diturunkan menjadi 1-2%.

Dengan terapi antibiotik yang tepat, biasanya ada perbaikan dalam satu sampai dua hari dan pemulihan dalam tujuh sampai 10 hari.

Baca Juga: Turunkan Demam Anak Tanapa Obat Kimia Dengan 5 Cara Ini, Aman

Beberapa antibiotik efektif untuk pengobatan demam tifoid.

Misalnya saja, kloramfenikol yang jadi obat pilihan selama bertahun-tahun.

Karena efek samping serius yang jarang terjadi, kloramfenikol telah diganti dengan antibiotik efektif lainnya.

Pilihan antibiotik tergantug pada resep dokter dan wilayah geografis di mana infeksi itu terjadi (strain tertentu dari Amerika Selatan menunjukkan resistensi yang signifikan terhadap beberapa antibiotik).

Mereka yang menjadi sakit kronis (sekitar 3-5% dari mereka yang terinfeksi), dapat diobati dengan antibiotik yang berkepanjangan.

Seringkali, pengangkatan kantong empedu, tempat infeksi kronis, akan memberikan kesembuhan.

Bagi mereka yang bepergian ke daerah berisiko tinggi, melakukan vaksinasi yang sudah tersedia dapat mencegah risiko demam tifoid.(*)

Baca Juga: Alami Pusing Hebat Serta Perut Kembung, Hati-Hati Gejala Demam Tifoid