Sekjen ARSSI dr Noor Arida Sofiana menjelaskan, idealnya penijauan kenaikan tarif dilakukan setiap dua tahun sekali dengan mempertimbangkan angka kemahalan daerah.
Keterlambatan revisi tarif JKN yang tidak naik selama enam tahun ini, salah satunya memang karena stakeholder yang terlibat belum satu presepsi.
"Kami berharap ke depan nanti tidak ada hambatan. Sampai hari ini, harmonisasi di Kemenkumham belum selesai.
Kami berharap di tahun ini Permenkes 52 tentang revisi tarif standar ini terbit, bisa ditandatangani oleh Menkes," jelasnya.
Dampak Terhadap Layanan Kesehatan
Apabila permasalahan ini terus dibiarkan, dikhawatirkan dapat berdampak pada layanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
"Yang kita khawatirkan, mutu pelayanan. Karena dengan pembiayaan yang tidak seimbang dengan pelayanan yang bermutu," ujarnya.
"Apalagi sekarang ini rumah sakit harus terakreditasi, tentunya dengan dukungan biaya ini penting," sambungnya.
Terlebih untuk bisa memberikan pelayanan terbaik, ada hal-hal yang harus terus dikembangkan.
"Kalau ini tidak diikuti dengan perkembangan-perkembangan kebutuhan operasional, khawatirnya mutu pelayanan akan turun.
Mudah-mudahan tidak terjadi, dalam hal ini yang kita khawatirkan yang akan berdampak, penurunan mutu pelayanan di bawah sub standar," pungkasnya.
Oleh karena itu, diharapkan semua stakeholder JKN dapat berperan dan berfungsi sesuai dengan amanah regulasi demi mutu layanan kesehatan. (*)
Baca Juga: Distribusi Dokter Spesialis di Daerah Kurang, IDI Dorong Pemda Lakukan Pendataan