GridHEALTH.id - Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mendukung transformasi sistem kesehatan yang meliputi transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Namun di sisi lain, sudah sekitar enam tahun atau sejak 2016, tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak mengalami kenaikan.
Padahal, ini merupakan hal yang penting. Terlebih biaya operasional rumah sakit setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Dalam hal ini untuk obat-obatan, alat kesehatan, dan biaya pendukung operasional lainnya.
Alasan Tarif JKN Tak Kunjung Naik
Melihat situasinya, ARSSI mengusulkan kenaikan tarif INA CBG's (Indonesian Case Base Groups) alias besaran pembayaran klaim BPJS Kesehatan sebesar 30 persen.
Surat terkait hal ini juga telah dikirimkan ke Kementerian Kesehtan dan lampirannya diteruskan ke BPJS Kesehatan dan lembaga terkait lainnya.
Ketua Umum ARSSI drg. Iing Ichsan Hanafi mengatakan, saat ini merupakan momen yang tepat karena keuangan dari lembaga penyelanggara, yakni BPJS sedang surplus.
"Untuk JKN isunya mengenai tarif, selain tarif juga adalah mengenai regulator. Punya porsinya masing-masing. Kemenkes regulatornya, BPJS pelaksana untuk jaminan kesehatan," kata Iing dalam konferensi pers, Jumat (30/12/2022).
"Implementasinya masih kecampur-campur, kami di rumah sakit jadi serba salah," sambungnya.
Sejak April 2022, telah dilakukan perhitungan kenaikan tarif JKN dan perhitungan baru selesai delapan bulan setelahnya.
Di mana pada akhir Desember 2022 ini, di tingkat Kementerian Kesehatan kenaikan yang disepakati sekitar 9,5%.
Baca Juga: Penyalahgunaan Surat Sakit Dokter Bisa Terancam Penjara 4 Tahun
Sekjen ARSSI dr Noor Arida Sofiana menjelaskan, idealnya penijauan kenaikan tarif dilakukan setiap dua tahun sekali dengan mempertimbangkan angka kemahalan daerah.
Keterlambatan revisi tarif JKN yang tidak naik selama enam tahun ini, salah satunya memang karena stakeholder yang terlibat belum satu presepsi.
"Kami berharap ke depan nanti tidak ada hambatan. Sampai hari ini, harmonisasi di Kemenkumham belum selesai.
Kami berharap di tahun ini Permenkes 52 tentang revisi tarif standar ini terbit, bisa ditandatangani oleh Menkes," jelasnya.
Dampak Terhadap Layanan Kesehatan
Apabila permasalahan ini terus dibiarkan, dikhawatirkan dapat berdampak pada layanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
"Yang kita khawatirkan, mutu pelayanan. Karena dengan pembiayaan yang tidak seimbang dengan pelayanan yang bermutu," ujarnya.
"Apalagi sekarang ini rumah sakit harus terakreditasi, tentunya dengan dukungan biaya ini penting," sambungnya.
Terlebih untuk bisa memberikan pelayanan terbaik, ada hal-hal yang harus terus dikembangkan.
"Kalau ini tidak diikuti dengan perkembangan-perkembangan kebutuhan operasional, khawatirnya mutu pelayanan akan turun.
Mudah-mudahan tidak terjadi, dalam hal ini yang kita khawatirkan yang akan berdampak, penurunan mutu pelayanan di bawah sub standar," pungkasnya.
Oleh karena itu, diharapkan semua stakeholder JKN dapat berperan dan berfungsi sesuai dengan amanah regulasi demi mutu layanan kesehatan. (*)
Baca Juga: Distribusi Dokter Spesialis di Daerah Kurang, IDI Dorong Pemda Lakukan Pendataan