GridHEALTH.id - Kembali terjadi, kali ini bocah 13 tahun diperkosa oleh temannya sendiri di hutan kota, Cilincing, Jakarta Utara.
Dengan maraknya kasus perkosaan yang menimpa anak, ditambah saat ini pelakunya pun anak di bawah umur, tentu menjadi tantangan bagi semua pihak dalam menghadapi fenomena ini.
Masyarakat diajak untuk kembali melihat dampak dari kasus perkosaan pada korban dan pelaku di bawah umur.
Sehingga masyarakat dapat ikut berperan serta dimulai dari lingkungan terkecil, keluarga.
Berikut ini dampak yang sangat mungkin terjadi, baik secara fisik maupun psikologis pada korban dan pelaku perkosaan di bawah umur.
Kronologi Kejadian Bocah Perkosa Bocah
Kejadian pemerkosaan yang menimpa bocah 11 tahun dan dilakukan oleh empat orang bocah dengan rentang usia 11-13 tahun ini terjadi pada 1 September 2022 lalu.
Kasus ini pun telah ditangani Polres Metro Jakarta Utara setelah menerima laporan pada 6 September 2022.
Dalam kasus ini tentu sulit bagi korban untuk merasa mendapatkan keadilan, mengingat pelaku adalah anak-anak di bawah umur.
Keluarga korban merasa pelaku meski masih di bawah umur namun kelakuannya sudah lebih sadis dari orang dewasa.
Sehingga sejauh ini, keluarga korban tidak sepakat untuk berdamai dan meminta proses hukum terhadap tiga pelaku yang sudah berusia di atas 12 tahun tetap dilanjutkan.
Baca Juga: Bocah SD Melahirkan Saat Menonton Televisi, Ini Bahaya Persalinan di Usia Dini Bagi Ibu dan Bayinya
Mengenal Dampak Fisik dan Psikologis Korban Perkosaan
Korban pemerkosaan, terlebih yang di bawah umur tentu tidak dapat disepelekan kondisinya.
Kejadian pemerkosaan adalah hal traumatis yang tidak bisa dengan mudah dilewati, sehingga butuh dukungan dari banyak pihak termasuk masyarakat.
Mari memahami dan mengenal dampak fisik dan psikologis dari korban perkosaan agar dapat memberikan dukungan kepada korban.
1. Dampak Fisik
Korban kekerasan seksual dan pemerkosaan dapat dipastikan akan merasakan dampak fisik dari kejadian traumatis tersebut, dampak fisik merujuk pada risiko penyakit yang mungkin terjadi.
Dampak fisik bagi korban perkosaan yang paling mungkin terjadi adalah risiko terjadinya penularan Penyakit Menular Seksual (PMS), mulai dari kutil kelamin, HIV, sifilis, gonore, klamidia, dan lainnya.
Penyakit berisiko lainnya yang mungkin muncul akibat dari perkosaan, yaitu infeksi saluran kemih, kehamilan tidak diinginkan, hubungan seksual yang menyakitkan dengan orang lain di masa depan, fibroid rahim (tumor non-kanker di dinding otot).
Tidak hanya itu, ternyata penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kekerasan seksual dengan risiko penyakit kardiovaskular usia paruh baya.
Selain itu, ditemukan juga adanya masalah di otak, berupa hiperintensitas materi putih (WMH), yaitu penanda penyakit pembuluh darah kecil otak, yang dapat dideteksi sebelum terlambat menjadi serangan stroke, demensia, dan gangguan lainnya.
2. Dampak Psikologis
Baca Juga: Cedera Vagina dan Patah Tulang Bisa Dialami Korban Pemerkosaan
Korban pemerkosaan tentu akan mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD), seperti kilas balik, mimpi buruk, kecemasan parah, dan pikiran tak terkendali.
Beberapa kemungkinan yang muncul adalah gangguan tidur, makan, kepribadian ambang, identitas disosiatif, munculnya amarah, ketidakpercayaan pada orang lain, perasaan ketidakberdayaan pribadi.
Gangguan psikologis lainnya yang dialami oleh korban perkosaan adalah depresi, mulai dari kesedihan yang berkepanjangan, perasaan putus asa, tangisan yang tidak dapat dijelaskan, penurunan atau penambahan berat badan, kehilangan energi atau minat pada aktivitas yang disukai.
Dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh korban pemerkosaan ini dapat terjadi di jangka pendek dan jangka panjang.
Mengenal Dampak Bagi Pelaku Perkosaan di Bawah Umur
Merangkum dari Megapolitan.kompas.com (20/09/2022), pihak kepolisian menyebutkan adanya kemungkinan pidana bagi anak yang telah berusia 12 tahun ke atas, meski sejauh ini UU Sistem Peradilan Pidana Anak hanya mengatur anak 14 tahun ke atas yang dapat dipenjara.
Di lain sisi, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bersama dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), dan tim kantor pengacara Hotman Paris merekomendasikan para pelaku di bawah umur ini untuk dilakukan pendekatan diversi.
Artinya, empat anak berhadapan hukum (ABH) ini tidak layak dikembalikan dan dibina ke orangtua, melainkan mengembalikan pembinaan kepada negara.
Hal ini dikarenakan menurut Arist selaku ketua Komnas PA mengatakan, "Kondisi keluarga ABH ini tidak baik, secara ekonomi juga tidak baik dan mereka juga tidak mempunyai keluarga yang utuh, ayah-ibu yang tanggung dan sebagainya," mengutip dari Megapolitan.kompas.com (20/09/2022).
Sehingga untuk sementara waktu, keempat bocah ini dititipkan ke Panti Sosial Putra Handayani Cipayung, Jakarta Timur, sampai proses hukum selesai.
Kejadian-kejadian seperti ini dirasa menjadi panggilan kepada orangtua untuk perlu membuat edukasi seksual sejak dini. (*)
Source | : | kompas health,Megapolitan Kompas,Law.ui.ac.id |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar