GridHEALTH.id - Praktik pengobatan non-medis atau tradisional, masih digandrungi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Ini terlihat dari fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana masyarakat berbondong-bondong mengantre untuk mendapatkan pengobatan alternatif dari Ida Dayak.
Dikutip dari Kompas (4/4/2023), dalam acara pengobatan Ida Dayak yang batal diadakan di Kostrad Cilodong, Depok, diketahui telah dipenuhi oleh masyarakat dari berbagai daerah.
Sosoknya praktisi pengobatan alternatif itu viral karena disebut mempunyai kemampuan mengobati berbagai macam penyakit, terutama yang berkaitan dengan cedera dan patah tulang.
Dalam video yang beredar di media sosial, ia mampu meluruskan kembali tulang pasiennya yang bengkok setelah dipijat menggunakan minyak urut.
Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) 2022-2025 Prof. Dr. dr. Ferdiansyah, Sp.OT(K), mengatakan bahwa pengobatan alternatif termasuk dalam kategori Complementary Alternative Medicine (CAM).
Dalam virtual media briefing, Rabu (5/4/2023), ia mengungkapkan faktor penyebab pengobatan alternatif tinggi peminatnya.
"Penyebab orang datang ke pengobatan alternatif salah satunya adalah kurangnya rasio antara dokter dengan pasien," kata profesor Ferdiansyah.
Ia menyebutkan, saat ini jumlah dokter otropedi yang ada di Indonesia ada sekitar 1.400 hingga 1.500.
Ketersediaan dokter ortopedi itu, tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang membutuhkan pengobatan.
Selain pengaruh kuantitas, faktor lain yang membuat lebih banyak masyarakat memilih pengobatan alternatif karena distribusi dokter yang kurang merata.
Baca Juga: Tren Pengobatan Sengat Lebah, Efektif untuk Penyakit Apa Saja?
"Kita tahu bahwa walaupun sudah segitu, penyebarannya nggak merata. Hampir semua dokter numpuk di Jakarta, di daerah kurang," katanya.
Ia melanjutkan, "Itu salah satu penyebab fenomena ini (pengobatan alternatif)."
Masyarakat yang merasa putus asa dengan penyakit berkepenjangan dan belum bisa disembuhkan secara pengobatan medis, pada akhirnya memutuskan beralih ke metode pengobatan ini.
Profesor Ferdiansyah menjelaskan, pengobatan ini dikategorikan sebagai complementary atau pelengkap saat dilakukan bersamaan dengan terapi yang sudah tersandar.
Sedangkan disebut sebagai alternatif, apabila pengobatan dilakukan sendiri, tanpa ada terapi yang lainnya.
Selain di Indonesia, ternyata masyarkat di negara-negara maju pun juga masih banyak yang menjalani metode pengobatan tradisional ini.
"Fenomena ini dari literatur terbaru 2020, tidak hanya terjadi di negara kita. Negara yang kita anggap paling maju, Amerika Serikat misalnya ada 42% masyarakat dengan terapi ini," kata profesor Ferdiansyah.
Selain Amerika Serikat, masyarakat yang masih mengandalkan pengobatan alternatif juga berasal dari negara Australia (48%), Prancis (49%), China (40%), hingga Kanada (70%).
"Negara-negara Asia-Afrika itu 80% (percaya pengobatan alternatif)," jelasnya.
Ia menyebutkan, baik pengobatan alternatif maupun pengobatan medis, sebenarnya dapat saling melengkapi.
Asalkan telah memenuhi syarat seperti standarisasi dan juga monitoring efek samping dari terapi yang dijalankan. (*)
Baca Juga: Jangan Asal Urut Kaki Anak yang Cedera, Bila Salah Penanganan Bisa Mengganggu Tubuh Kembang
Source | : | KOMPAS.com,media briefing |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar