GridHEALTH.id - Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue (DENV) dan ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Saat ini, sekitar setengah dari populasi dunia ada dalam risiko terkena demam berdarah, dengan perkiraan 100–400 juta kasus terjadi setiap tahun.
Penyakit ini menyebar di wilayah iklim tropis dan sub-tropis di seluruh dunia, terutama di daerah perkotaan dan semi-perkotaan.
Meskipun banyak infeksi DENV bersifat tanpa gejala atau hanya menimbulkan penyakit ringan, terdapat kemungkinan virus ini dapat menyebabkan kasus yang lebih parah, bahkan berakibat fatal.
Pencegahan dan pengendalian demam berdarah bergantung pada pengendalian dan tidak ada pengobatan khusus untuk demam berdarah/demam berdarah berat.
Deteksi dini serta akses ke perawatan medis yang tepat dapat secara signifikan mengurangi tingkat kematian akibat demam berdarah berat.
Fakta Angka Kejadian Demam Berdarah
Menurut data WHO, kejadian demam berdarah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan laporan kasus meningkat dari 505.430 pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta pada tahun 2019.
Sebagian besar kasus bersifat asimptomatik atau ringan dan dapat diatasi sendiri, sehingga angka sebenarnya dari kasus demam berdarah mungkin kurang dilaporkan.
Banyak kasus juga terkadang keliru didiagnosis sebagai penyakit demam lainnya.
Penelitian lain mengenai prevalensi demam berdarah memperkirakan bahwa sekitar 3,9 miliar orang berisiko terinfeksi oleh virus dengue.
Baca Juga: Nyamuk Wolbachia Disebut Rekayasa Genetik Hingga Penyebar Virus, Ini Kata Pakar UGM
Penyakit ini kini menjadi endemik di lebih dari 100 negara di wilayah Afrika, Amerika, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.
Wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat adalah yang paling parah, dengan Asia menyumbang sekitar 70% dari beban penyakit secara global.
Data tersebut menunjukkan bahwa kasus dengue terbilang masih cukup tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan masyarat global.
Karenanya perlu berbagai inovasi dilakukan untuk menekan penyebaran dengue terutama menekan angka kematian sekaligus mempercepat target eliminasi dengue tahun 2030.
Cara Kerja Nyamuk Wolbachia
Salah satu inovasi untuk menurunkan penularan dengue adalah dengan menerapkan teknologi nyamuk ber-wolbachia.
Teknologi ini pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang banyak ditemukan pada 60% serangga.
Bakteri itu selanjutnya dimasukkan dalam nyamuk aedes aegypti, hingga menetas dan menghasilkan nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Dengan demikian, perlahan populasi aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Bila menggigit, nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia.
Sebab, perkembangan virus dengue tersebut berhasil dihambat oleh bakteri wolbachia.
Baca Juga: Apa Itu Nyamuk Wolbachia? Disebar Kemenkes untuk Menangkal DBD
Nyamuk Wolbachia di Indonesia
Dalam rilis dari Kemenkes, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu pada Jumat (24/11) menegaskan bahwa penyebaran nyamuk ber-wolbachia dipastikan aman karena telah melalui proses penelitian yang cukup panjang dengan turut melibatkan banyak ahli.
Hasil kajian dan efektivitas ini selanjutnya dikirim ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan akhirnya pada tahun 2021 nyamuk ber-wolbachia direkomendasikan oleh WHO.
Lebih lanjut Maxi menegaskan bahwa penyebaran nyamuk ber-wolbachia dipastikan aman karena telah melalui proses penelitian yang cukup panjang dengan turut melibatkan banyak ahli.
Peneliti Nyamuk Ber Wolbachia Universitas Gadjah Mada Prof Adi Utarini mengatakan bahwa pengendalian penyebaran dengue di Kota Yogyakarta telah berjalan efektif sejak tahun 2016.
Terbukti, daerah yang disebar nyamuk ber-wolbachia terbukti mampu menurunkan angka kejadian demam berdarah hingga 77 persen dan angka perawatan rumah sakit juga turun 86 persen.
Bahkan, merujuk pada data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2023, kasus demam berdarah dengue tercatat hanya di angka 67 kasus. Jumlah ini merupakan yang terendah selama 30 tahun terakhir.
Baca Juga: Kasus DBD Meningkat Setiap Tahun, Ini 3 Program Kemenkes untuk Mencegahnya
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar