GridHEALTH.id- BPJS Kesehatan keluarkan aturan baru urun biaya melalui Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018.
Melalui aturan baru urun biaya, kini BPJS Kesehatan mewajibkan pesertanya membayar biaya tambahan tiap melakukan kunjungan.
Aturan urun biaya ini menurut BPJS Kesehatan dapat mengendalikan mutu dan biaya di fasilitas kesehatan.
Baca Juga : Main Gadget Lebih Dari 7 Jam Sehari Ganggu Kesehatan dan Emosi Anak
Dikutip dari Kontan dan Kompas.com pada Jumat (8/1/2019), Kementrian Kesehatan secara resmi menerbitkan Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018.
Aturan tersebut nantinya mengatur soal urun biaya dan juga selisih biaya untuk JKN-KIS.
Berdasarkan aturan tersebut, ada tambahan biaya bagi peserta untuk rawat jalan dan rawat inap nantinya.
Namun, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief menepis anggapan bahwa pemberlakuan biaya semata untuk menekan defisit neraca BPJS Kesehatan.
Baca Juga : Ini Moms, Enam Cara Atasi Nyeri Lutut Dengan Mudah dan Murah
"BPJS sendiri tidak menganggap ini bagian dari upaya untuk menurunkan defisit sehingga kita minta peserta mengurun biaya," ujar Budi di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Budi menjelaskan kalau aturan urun biaya ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar menggunakan pelayanan kesehatan seperlunya saja.
Jadi, jika sakitnya tidak parah seperti batuk dan pilek tidak perlu ke dokter untuk pemeriksaan dan meminta obat.
Budi mengklaim banyak temuan di lapangan peserta JKN-KIS yang menggunakan layanan kesehatan yang tidak terlalu dibutuhkan.
Baca Juga : Sedang Tren Meski Kontroversial, Darah Donor Untuk Suntik Awet Muda
Hal ini membuat biaya klaim dari rumah sakitpun membengkak.
Melalui aturan ini Budi berharap dapat mengendalikan biaya dan memanfaatkannya untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.
Berikut rincian aturan urun biaya yang nantinya diterapkan bagi para peserta BPJS Kesehatan.
Baca Juga : Simak 5 Khasiat Minyak Calendula Untuk Mengatasi Masalah Kulit
Tiap kali peserta melakukan kunjungan untuk rawat jalan, akan ada biaya yang besarannya sudah disesuaikan dengan ketentuan:
1. Sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B
2. Sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama
3. paling tinggi sebesar Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) untuk paling banyak 20 (dua puluh) kali kunjungan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.
Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10% dari biaya pelayanan. Angkanya dihitung dari total tarif INA CBG's setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut.
Baca Juga : Hati-hati Moms, Ini Dia Tiga Penyebab Tak Lancar Menyusui ASI
Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
Sementara itu, untuk selisih biaya, diterapkan kepada peserta yang mau ada kenaikan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari haknya.
Misalnya, peserta kelas perawatan 3 ingin dirawat di kelas perawatan di atasnya. Permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit.
Namun, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta JKN-KIS yang bersangkutan.
Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG's antarkelas.
Sementara untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75% dari tarif INA CBG's kelas 1.
Baca Juga : Baim Wong Yakin Paula Verhoeven Sudah Hamil, Ini Tanda-tanda Kehamilan di Bulan Pertama!
Sedangkan untuk rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
Baik urun biaya maupun selisih biaya tidak berlaku untuk Penerima Bantuan luran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau Pusat.
Pembayaran Selisih Biaya dapat dilakukan secara mandiri oleh Peserta, pemberi kerja, atau melalui asuransi kesehatan tambahan.
Baca Juga : Catat, Ini 7 Hal Tidak Boleh Dilakukan Pada Bayi Baru Lahir!
Peningkatan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta.
Pelayanan rawat jalan eksekutif merupakan pelayanan kesehatan rawat jalan nonreguler di rumah sakit melalui pelayanan dokter spesialis-subspesialis dalam satu fasilitas ruangan terpadu secara khusus tanpa menginap di rumah sakit dengan sarana dan prasarana di atas standar.
Meski rinciannya sudah dikeluarkan, pihak BPJS menyatakan aturan ini belum berlaku dan masih akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Meski Permenkes 51/2018 sudah diundangkan sejak 17 Desember 2018, BPJS Kesehatan memastikan kebijakan urun biaya dan selisih belum berlaku.
Pasalnya, jenis pelayanan yang akan dikenakan urunan belum ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
Budi mengatakan, saat ini pembahasan mengenai jenis layanan yang berpotensi disalahgunakan masih terus dikaji sembari membentuk tim yang akan turut melibatkan sejumlah pihak di antaranya Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, asosiasi fasilitas kesehatan dan pihak terkait.
Baca Juga : Strategi Efektif Mendisiplinkan Batita, Ini Cara Mudah Menerapkan
Perlu ditegaskan pula bahwa kebijakan urun biaya, khususnya yang tercantum pada ayat (1) dikecualikan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan, Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dan Peserta pekerja penerima upah yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan anggota keluarganya.
“Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah,” tegas Budi.
Baca Juga : Ini Dia 4 Kebiasaan Sepele Yang Bisa Bikin Pernikahan Bubar, Catat !
Terkait dengan terbitnya kebijakan urun biaya dan selisih, BPJS Kesehatan mendorong Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terlibat dalam pembentukan tim penyusunan daftar layanan yang akan dikenakan urun biaya pada program JKN-KIS.
Pasalnya, berdasarkan peraturan menteri kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018, tim tersebut baru hanya melibatkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi dan atau asosiasi fasilitas kesehatan.
Untuk itu dari sisi peserta, lembaga non medis juga akan turut hadir memberi masukan kepada pemerintah sebelum diketuk palu keputusannya.
Diperkirakan penyusunan daftar layanan ini akan rampung selama tiga minggu ke depan. Kemudian tim tersebut menyampaikan rekomendasi yang telah ditetapkan selama satu minggu.
Baca Juga : Tiga Hal Mudah Ini Akan Membantu Buang Air Besar Jadi Lancar
"Artinya satu bulan. Akhir Februari harusnya sudah selesai. Setelah itu sosialisasi kepada masyarakat," terang Budi. (*)