Formulasinya pun mengandung material BCP yang berupa nanokristalin. Formula ini memiliki ukuran yang mirip dengan jaringan tulang normal.
"Fakta ini memungkinkan produk ini lebih cepat diabsorbsi dibandingkan biomaterial konvensional karena bila ditinjau dari luas kalus dan histopatologi sebagai parameter kesembuhan, betagraft mampu mempercepat kesembuhan fraktur dibandingkan bone graft konvensional," tandasnya.
Inovasi ceker tersebut berawal dari jumlah kasus patah tulang di Indonesia yang jumlahnya meningkat setiap tahun.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia pada 2010, insidensi fraktur mencapai lebih dari 43 ribu kasus.
Padahal patah tulang atau fraktur tak hanya menyebabkan kerusakan pada jaringan tulang. Jaringan lunak di sekitarnya juga bisa rusak sehingga penyembuhannya memerlukan waktu yang lama.
Dalam kasus fraktur tulang sempurna, patahan tulang pun sudah tidak dapat disatukan kembali. Akibatnya implan sebagai immobilisator seperti yang tersedia secara umum di pasaran tidak lagi efektif untuk digunakan.
"Material bone graft lebih efektif sebagai pengganti jaringan tulang rusak secara keseluruhan serta menstimulasi pembentukan jaringan baru," tutup Yudith.(*)