GridHEALTH.id - Resistensi antibiotik sekarang ini telah menjadi isu global yang menghantui ketenangan masyarakat.
Baca Juga: Musim Pancaroba Segera Datang, Siap-siap Imunisasi Influenza, Cukup Sekali Setahun!
Faktanya, masih banyak orang yang mengonsumsi antibiotik, bahkan untuk penyakit ringan seperti flu tanpa mengetahui efeknya bagi tubuh.
Penting untuk diingat, mengonsumsi antibiotik untuk flu atau batuk sebenarnya tak begitu diperlukan.
Sebagian besar kasus flu atau masalah saluran pernapasan lainnya terkait dengan alergi atau infeksi virus yang tak memerlukan antibiotik.
Menurut The Health Site, hanya sekitar 10% kasus flu yang membutuhkan antibiotik setelah melewati pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh dokter.
Mengapa antibiotik tak dianjurkan untuk flu, karena sesungguhnya antibiotik diresepkan untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bukan virus.
Menggunakan obat saat tak diperlukan dapat membuat tubuh bereaksi dengan cara yang tak diinginkan.
Seiring berjalannya waktu konsumsi antibiotik tanpa alasan akan membuat tubuh mengalami resistensi antibiotik.
Ini adalah kondisi di mana tubuh tak merespons efek antibiotik yang dikonsumsi. Kondisi inilah yang membuat antibiotik gagal melawan bakteri yang menyerang tubuh.
Kita bisa mendapatkan resep antibiotik ketika gejala batuk dan flu yang ditunjukkan disebabkan oleh infeksi bakteri.
Gejala flu karena virus dan karena infeksi bakteri biasanya sama. Oleh karena itu, hanya dokter yang bisa memutuskan kapan antibiotik benar-benar diperlukan oleh tubuh.
Biasanya, antibiotik akan diresepkan ketika flu yang menyerang disertai dengan demam tinggi dan tubuh yang lemah. Sedangkan obat penurun demam yang dikonsumsi ternyata tak mampu mengobati demam.
Kita perlu berhati-hati dengan antibiotik sebab sebuah survei pada beberapa negara yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa banyak orang yang menyalahartikan kondisi resistensi antibiotik.
Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dan menjadi resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi yang dialami.
Penggunaan antibiotik yang salah dan berlebihan dapat meningkatkan perkembangan resistensi bakteri.
Survei yang dilakukan oleh WHO ini juga menunjukkan bahwa beberapa praktik dan kesalahpahaman mengenai antibiotik berkontribusi penting sehubungan dengan hal ini. (*)