Menurut penuturan dr. Windhi Kresnawati, Sp.A, penyebab stunting tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu non-organik, dan organik.
Masalah non-organik mencakup faktor psikososial dan nutrisi, berbagai masalah psikosopsial yang melatarbelakangi, yaitu kehamilan yang tidak direncanakan (contoh: gagal KB, kehamilan diluar nikah), jarak dengan saudara kandung kurang dari 18 bulan, berasal dari ibu yang terlalu muda, lahir tanpa ayah (single-mother), atau ibu mengalami depresi, komplikasi saat kehamilan (namun ini sangat jarang), bahkan tidak adanya ikatan kasih sayang yang kuat antara ibu dan anak.
Menurut definisi UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak.
Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.
"Anak yang dinyatakan stunting bila indeks tinggi badan terhadap umur kurang dari minus dua standar deviasi dari median kurva standar pertumbuhan," jelas Dr. dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi, pengajar di Departemen Ilmu Gizi FKUI, melansir Kompas.com.
Baca Juga: Tak Selalu Obat Kimia, Begini Cara Obati Gatal di Selangkang Dengan Bawang Putih
Dengan kata lain, anak disebut stunting bila tinggi badan lebih pendek atau lebih lambat dari teman sebayanya.
Lantas apa bedanya stunting dengan kerdil?