Find Us On Social Media :

Coreng Dunia Pendidikan Indonesia, 77 Siswa di NTT Dipaksa Makan Kotoran Manusia

77 siswa di NTT dipaksa makan kotoran manusia

GridHEALTH.id -  Insiden bullying atau kekerasan yang dilakukan anak-anak dengan teman sebayanya sepertinya masih terus terjadi di Tanah Air.

Baru-baru ini, kembali terkuak kabar yang mencoreng dunia pendidikan Indonesia yang menimpa 77 siswa di Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca Juga: Dikarantina Demi Kibarkan Sang Merah Putih, Sekelompok Siswa Malah Dijejali Makanan Tidak Layak

Sejumlah siswa tersebut mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kakak kelasnya.

Ke-77 siswa kelas VII tersebut dipaksa memakan kotoran manusia atau tinja dengan cara disendoki dan disuapi siswa kelas XII.

Baca Juga: Beberapa Hari Lagi Akan Menikah, Jessica Iskandar Dibuat Menangis Usai Sang Ayah Jadi Korban Tabrak Lari

Malangnya, para siswa ini tak bisa berkutik dan akhirnya pasrah memakan kotoran manusia tersebut.

"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali. Tetapi kami tidak bisa melawan," ujar salah satu siswa kelas VII, dikutip dari Kompas.com pada Selasa (25/2/2020).

Diketahui, tinja atau kotoran manusia mengandung berbagai bakteri yang berbahaya bagi tubuh, seperti Campylobacter, E. coli, Salmonella, dan Shigella.

Baca Juga: Waspada! Tak Selalu Bintik Merah di Kulit, Inilah Gejala Baru DBD

Menrut American Academy of Pediatrics, bakteri ini dapat menyebabkan berbagai gejala seperti mual, muntah, diare, hingga demam.

Jika bakteri ini tertelan dan menyerang lapisan usus bisa saja menyebabkan kram.

Bahkan tak sedikit parasit dan virus seperti hepatitis A dan hepatitis E juga ditularkan melalui kotoran tersebut.

Gejala yang disebabkan oleh keracunan bakteri ini bisa terjadi mulai dari 1-48 jam setelah makan, dan dapat berlangsung dua hingga tujuh hari.

Baca Juga: Gula Darah Melonjak Cepat Jadi Musuh Diabetes, Ini Cara Menurunkannya

Terlepas dari itu, Pimpinan Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Romo Deodatus Du'u menceritakan kronologis 77 siswa makan tinja itu.

Peristiwa tersebut berawal saat dua kakak kelas XII menemukan plastik berisi kotoran manusia di lemari kosong di kamar tidur kelas VII pada Rabu (19/2/2020) siang.

Diduga kotoran manusa tersebut disimpan oleh seorang siswa kelas VII setelah ia buang air besar.

Dua kakak kelas itu pun mengumpulkan seluruh siswa kelas VII.

Baca Juga: Ingin Pipi Tembam Dambaan Para Pria? Coba Konsumsi 7 Makanan Ini

Mereka mempertanyakan asal kotoran manusia yang ada di lemari kosong di kamar tidur mereka.

Namun, tidak ada satu pun adik kelasnya yang mengaku.

Karena emosi, salah seorang kakak kelas mengambil kotoran manusia itu dengan sendok.

Ia lalu memaksa adik kelasnya menyentuhkan bibir dan lidahnya ke kotoran manusia itu.

Baca Juga: Saat Sendirian Terkena Serangan Jantung? Ini yang Harus Dilakukan

Perlakuannya berbeda pada setiap siswa.

Setelah itu, dua kakak kelas itu meminta adik kelasnya merahasiakan insiden itu dari pembina dan orang tua.

Akibat kejadian ini, pimpinan sekolah tersebut menyatakan permohonan maafnya.

"Kami pihak Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya kepada semua teristimewa kepada orang tua dan keluarga para siswa kelas VII atas peristiwa yang terjadi ini," tulis Deodatus.

Baca Juga: Baru 2 Minggu Jadi Ibu, Perut Shandy Aulia Bikin Salah Fokus, Ternyata Begini Cara Meratakan Perut Setelah Melahirkan

Meski demikian, kasus tak manusiawi dan menjijikan ini telah membuat para orangtua siswa kelas VII kesal.

Bahkan salah satu orangtua siswa tersebut mengecam untuk menuntut sang pelaku dan memindahkan anaknya dari sekolah tersebut.

Baca Juga: Beberapa Hari Lagi Akan Menikah, Jessica Iskandar Dibuat Menangis Usai Sang Ayah Jadi Korban Tabrak Lari

"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah ditindak tegas. Bila perlu dipecat saja. Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja," ujar salah satu orangtua siswa, Martinus. (*)