Find Us On Social Media :

Dari Hampir Seribu Tenaga Medis, Hanya 2 Dokter Negatif Covid-19 di RS Universitas Hasanuddin

Ilustrasi tenaga medis

GridHEALTH.id -  Jumlah dokter atau tenaga medis di Indonesia memang terbilang sedikit dibanding negara-negara lainnya.

Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jumlah dokter di Tanah Air hanya sekitar 160 ribu per akhir tahun 2019 lalu.

Baca Juga: Tenaga Kesehatan Terus Melayani Pasien Covid-19 Tanpa Lelah, Butuh Akomodasi dan Transportasi yang Nyaman

Tercatat hanya ada 138 ribu dokter umum, dan sekitar 30 ribu dokter spesialis di Indonesia.

Bahkan di daerah Timur Indonesia, jumlah dokter dan tenaga medis sangat minim bahkan termasuk sangat kekurangan tenaga medis.

Hal ini pun terjadi di salah satu rumah sakit milik sebuah universitas ternama.

Baca Juga: Seorang Menteri Melihat Situasi Pandemi Covid-19 Berkah Tersembunyi, Padahal Laporkan Kasus Harian Sebanyak 15.000

Dikabarkan, dari puluhan jumlah dokter di RS Universitas Hasanuddin Makassar, kini hanya tersisa 2 orang yang dinyatakan negatif Covid-19.

Berdasarkan laman resmi Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan, hampi ada ribuan tenaga medis di RS Unhas.

Dijabarkan, setidaknya ada 302 orang dokter, 192 orang perawat, 12 orang bidan, 10 orang ahli gizi, 22 orang tenaga keteknisan medis, 29 orang tenaga teknik biomedika, 13 orang tenaga keterampilan fisik, dan sisanya tenaga dukungan manajemen.

Baca Juga: Jokowi Ulang Tahun ke-59 Tahun, Kisahkan Masa Kecil Pernah Disuruh Makan Arang Akibat Ulah Usilnya

Namun, banyaknya tenaga kesehatan yang positif Covid-19, kondisi di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Universitas Hasanuddin kini kabarnya kritis.

"Di IGD Unhas sisa 2 negatif dokternya yang lain sudah positif, kemudian residen bagian anak 14 orang positif. Kemudian kebidanan 40 orang positif," ujar mantan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof. Idrus Patturusi.

Seperti diektahui, tenaga medis termasuk dokter merupaka orang yang rentan terpapar virus corona.

Baca Juga: Diklaim Sembuhkan Pasien Covid-19, Tapi Obat Dexamethasone Tidak Membunuh Virus, Ini Pernyataan Dekan Fakultas Kedokteran UNS

"Pekerja di Rumah Sakit itu bukan cuma perawat atau dokter, tapi semua individu di sana (fasilitas kesehatan) termasuk high risk (Covid-19)," ujar Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof. Akmal Taher, dikutip dari Kompas.com.

Dijelaskan Akmal, rumah sakit terutama yang menjadi tempat rujukan pasien Covid-19 berisiko tinggi menjadi tempat penyebaran virus SARS-CoV-2.

Dokter dan perawat menjadi rentan karena mereka berhadapan langsung dengan pasien.

Namun pekerja rumah sakit di bidang lainnya juga berisiko terinfeksi Covid-19 jika tak sengaja terpapar virus di area bertugas.

Baca Juga: Bukan Pakai Kacamata Hitam, Begini Cara Lihat Gerhana Matahari Cincin Tanpa Khawatir Alami Kebutaan

"Makanya, kenapa awalnya yang jadi Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah petugas kesehatan," ujar Akmal.

Menurut Akmal, hal ini berdampak pada kuantitas dan kualitas para pekerja di bidang kesehatan.

Dengan bertambahnya kasus orang positif Covid-19 setiap harinya, penularan lokal di antara orang yang bekerja di rumah sakit rujukan juga semakin besar.

Baca Juga: Seorang Menteri Melihat Situasi Pandemi Covid-19 Berkah Tersembunyi, Padahal Laporkan Kasus Harian Sebanyak 15.000

Melihat hal ini, setiap orang patut mematuhi protokol kesehatan untuk terhindar dari serangan virus corona.

Dengan harapan, angka penularan Covid-19 pada masyarakat akan menurun yang berdampak pada semaki sedikit orang yang berkunjung ke rumah sakit. (*)

#hadapicorona