Find Us On Social Media :

Penelitian Obat Covid-19 Unair Dinilai Tidak Lazim, Ahli Biologi Molekuler; Apa Bedanya Dengan Temuan Obat Hadi Pranoto?

Obat Covid-19 temuan tim peneliti Unair banjir kritikan para ahli.

GridHEALTH.id - Hasil penelitian obat Covid-19 para ilmuwan dari Universitas Airlangga Surabaya (Unair) menunjukan perkembangan yang menggembirakan.

Dimana menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, obat Covid-19 hasil kerja sama Unair, TNI AD, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri itu tinggal menunggu izin edar dari Badan POM.

"Obat ini tinggal menunggu izin edar dari BPOM," kata Andika yang sekaligus merupakan Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Mabes AD, Jakarta, Sabtu (15/8/2020), seperti dilansir dari Antara. 

Namun kabar baik ini rupanya mendapat kritikan banyak ahli, salah satunya dari Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo.

Dimana menurutnya ada beberapa hal yang membuat penelitian obat Covid-19 pertama di dunia dari Indonesia ini dinilai tidak lazim oleh dirinya dan ilmuwan lain.

Seperti ketidaklaziman terkait obat dan data hasil pengujian yang dinilai tidak lengkap atau mungkin tidak dipaparkan sepenuhnya.

Baca Juga: Awas, Berani Melanggar Protokol Covid-19 di Daerah Ini Denda 50 Juta

Baca Juga: Virus Corona Baru 10 Kali Lebih Kuat Penularannya Terdeteksi , Vaksin yang Sedang Diteliti Bisa Jadi tak Efektif

Ahmad juga menilai pemaparan di evaluasi hasil hanya dijelaskan dengan kalimat yang sangat sederhana.

"Relatif aman diberikan dengan mengevaluasi hasil pemeriksaan klinis, fungsi liver, fungsi ginjal, dan ECG," tulis paparan hasil uji obat Covid-19 Unair yang dimuat di laman tniad.mil.id.

Padahal menurut Ahmad, evaluasi suatu penelitian semestinya dipaparkan serinci mungkin, terlebih jika sudah ditayangkan untuk umum.

Misalnya, tiap kelompok sembuh di hari keempat, kelima, atau keenam.

Kemudian juga tidak dirinci kembali gejala klinis yang dialami pasien seperti apa.

Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Tangani Covid-19 Menurut Erick Thohir Sudah Tepat, 'Enggak Usah Berdebat Lagi'

Ia menganggap obat Covid-19 temuan Unair ini terkesan  too good to be thrue alias terlalu bagus untuk jadi kenyataan.

"Padahal kalau kita belajar dari Inggris saat meneliti obat dexamethasone, disebutkan (obat) itu hanya memberikan benefit pada pasien gejala berat dan tidak memberikan benefit pada pasien (Covid-19) dengan gejala ringan," ungkap Ahmad dikutip dari Kompas.com, Minggu (16/8/2020).

Ahmad menilai ketika penelitian tidak ditulis secara spesifik dan khasiat yang dirasakan pasien belum jelas, maka ia menganggap hasil penelitian akan sama dengan klaim obat yang marak sebelumnya.

"Ketika penelitian enggak serinci itu, apa bedanya dengan temuan obat Hadi Pranoto," tegas Ahmad.

Baca Juga: Fakta Lain Meninggalnya Federik Adhar yang Dinyatakan Karena Infeksi Corona, Kondisi Kesehatan sang Jaksa Terungkap, Komplikasi Penyakit Diabetes

Selain itu, pada bagian hasil PCR juga penelitian obat Covid-19 Unair juga disebut Ahmad tidak lazim.

Ini karena data tersebut menggunakan Chi Square, yakni angka statistik yang tidak digunakan secara umum.

"Umumnya, studi fase III di awal metode (peneliti) akan mengatakan, kami menggunakan metode statistik A untuk menghitung perbedaan antara tanpa terapi dan dengan terapi. Nah, ini tidak disebutkan. Mereka (tim Unair), ujug-ujug menyebutkan Chi Square," katanya.

"Kemudian semua kelompok negatif kecuali kelompok SoC, ini hampir too good to be true. Di sini ada pemberian hidroksiklorokuin, yang enggak ada manfaat sebenarnya," imbuhnya.

Baca Juga: 2 Minggu Lagi BLT Cair, Sudahkah Tercantum Sebagai Penerima? Cek di Sini Untuk Mengetahui Cara Memastikannya

"Ini menarik sebenarnya, kalau mereka katakan dari awal pasiennya orang muda semua. Jadi kalau kita boleh berspekulasi, mungkin memang ditemukan obat ini, tapi untuk pasien yang muda."

"It's oke tidak semua data ditampilkan. Tetapi, minimal yang ditampilkan meaningful, artinya scientist yang tidak terlibat langsung dapat memberikan komentar," ungkapnya.

Ketika data yang ditampilkan tidak lengkap, peneliti lain pun menjadi susah menafsirkannya.

"Jadi saran saya, harusnya tim Unair mengkaji datanya sebelum dipublikasi ke publik. Dan publik kan isinya enggak cuma orang awam, ada juga ilmuwan. Dan ilmuwan Indonesia juga banyak yang mendapat training uji klinis," kata Ahmad.

Baca Juga: Hal Remeh Berikut Membuat Penampilan Wajah Cepat Tua, Tapi Sering Dilakukan, Salah Satunya Minum dengan Sedotan

"Tolong tim Unair dalam pemaparan datanya diperbaiki, jangan seperti inilah. Karena semalam juga banyak ilmuwan termasuk ilmuwan statistik yang mau komentar bingung," imbuhnya.

Ahmad mengharapkan, ketika pemerintah akan mengumumkan hal semacam ini harus dilandasi oleh data yang sangat kuat.

"Jadi masukan saya, perlu dikaji lebih jauh. Kita tentu menyambut baik bahwa ada angin segar. Akan tetapi, kalau memang ini datanya, dilihat lagi representasi datanya seperti apa. Karena jika ditampilkan seperti ini, kami (ilmuwan lain) belum bisa ambil kesimpulan apa-apa," ungkapnya.

Sebab seperti diketahui, saat ini kita memang membutuhkan solusi seperti obat yang dapat menangani Covid-19.

Baca Juga: Rutin Memotong Kuku Bayi Hindari Si Kecil dari Penyakit, Ini Caranya

"Saya yakin semua anak bangsa pasti mau membantu dan kita minta keterbukaan semua pihak agar datanya bisa transparan atau minimal ditulis dalam format preprint," tutupnya.

sementara itu, jumlah pasien Virus Corona di Indonesia diketahui terus bertambah setiap harinya.

Berdasarkan data dari covid19.go.id, per Minggu (16/8/2020) kasus positif Corona di Indonesia bertambah 2.081 orang, jadi total ada 137.468 kasus positif.

Sementara, jumlah pasien sembuh bertambah 1.782 orang, sehingga total pasien sembuh ada 93.103 orang.

Sedangkan pasien yang meninggal bertambah 79 orang, sehingga total ada 6.150 pasien Covid-19 yang meninggal.(*)

Baca Juga: Meningkatkan Kesuburan Dengan Konsumsi 7 Makanan Ini Agar Cepat Hamil

 #berantasstunting

#hadapicorona