Find Us On Social Media :

Peringatan Pakar Epidemiologi Unair, 3 Momen Ini Bisa Picu Covid-19 di Indonesia Meledak

COVID-19 di Indonesia terancam kembali meledak.

GridHEALTH.id - Kasus virus Corona (Covid-19) di Indonesia terus bertambah setiap harinya.

Dari laman covid19.go.id, per 2 Desember 2020 tercatat ada penambahan kasus Covid-19 sebanyak 5.533 sehingga total kasus keseluruhan sudah mencapai 549.508 kasus.

Dimana dari jumlah tersebut, 458.880 orang telah dinyatakan sembuh, 17.199 orang meninggal dunia, dan sanya masih harus mendapatkan perawatan.

Menanggapi angka tersebut, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Windu Purnomo mengatakan pandemi Covid-19 di Indonesia terancam tak terbendung.

Hal ini dikarenakan ada beberapa momen yang berisiko membuat kasus Covid-19 kembali meledak di Indonesia.

 

 

"Peristiwa-peristiwa itu jelas sangat berisiko meningkatkan penularan," kata Windu dilansir dari Kompas.com, Selasa (1/12/2020).

Baca Juga: 11 Masalah Produktivitas Gegara Menderita Rhinitis Alergi, Mengatasi Bersin-bersin di Pagi Hari Coba 3 Bahan Alami Ini

Baca Juga: 35 Persen Ibu Hamil Kekurangan Zat Besi, Padahal Untuk Mencukupinya Hanya Butuh 800 Miligram

Pihaknya pun memberikan sejumlah saran, khususnya kepada Pemerintah. Yaitu agar momentum-momentum yang sudah terjadwal tersebut dapat diantisipasi.

Sehingga tidak makin memperparah meningkatkan penyebaran virus corona penyebab Covid-19 di Indonesia.

1. Pilkada serentak

Pada momentum Pilkada Serentak, Windu menyarankan agar petugas yang ada di TPS harus berusia di bawah 60 tahun, tidak memiliki penyakit penyerta, bukan ibu hamil, dan harus melakukan uji PCR sebelumnya.

Baca Juga: Karena Komorbid Kolesterol Tinggi, Diabetes, dan Pernah Stroke, Covid-19 yang Menginfeksi Ibunda Ririn Ekawati Ganas

"Semua anggota KPPS/petugas di TPS harus dilakukan swab test (PCR/TCM) atau antigen test, bukan rapid test berbasis antibodi. Hanya yang hasilnya negatif yang diperbolehkan bertugas," jelas Windu.

Bagi masyarakat pemilih, Windu menyebut semestinya yang diizinkan datang ke TPS hanya mereka yang berusia di bawah 59 tahun dan dalam kondisi sehat.

Sebaliknya, bagi masyarakat yang dalam kondisi kesehatan riskan harus dilarang untuk pergi ke TPS.

"Bagi mereka, seharusnya dijemput bola, didatangi oleh petugas ke tempat tinggalnya masing-masing dengan menggunakan APD (masker & faceshield)," ujar Windu.

Baca Juga: 2 ODHA di Jawa Barat Dikabarkan Meninggal Dunia Usai Terpapar Covid-19 Selama Pandemi

Selain itu bagi pemilih yang tengah menjalani isolasi mandiri, karena positif Covid-19, sebaiknya hanya bisa mencoblos di tempat mereka melakukan isolasi dengan pendampingan petugas yang menggunakan APD lengkap, sesuai dengan keadaan di tempat.

2. Libur cuti bersama

Sementara untuk libur akhir tahun, Windu menyarankan agar Pemerintah membatalkan cuti bersama dan menggantinya di waktu lain ketika pandemi sudah dapat dikendalikan.

Selain itu, pergerakan masyarakat juga harus dibatasi dengan ketat demi meminimalisir terjadinya penyebaran ke wilayah yang lebih luas.

"Terutama (pergerakan) dari dan ke kabupaten/kota berlevel merah-oranye," sebut Windu.

Baca Juga: 2 ODHA di Jawa Barat Dikabarkan Meninggal Dunia Usai Terpapar Covid-19 Selama Pandemi

"Kalau terpaksa ada perjalanan karena alasan penting, si pejalan harus dilakukan tes swab (PCR/TCM) atau sekurangnya test antigen (bukan rapid test antibodi) dengan hasil negatif dengan batas berlaku maksimum 7 hari," lanjutnya.

3. Pembukaan sekolah

Adapun untuk terkait kegiatan sekolah yang rencananya akan kembali dibuka dengan tatap muka pada Januari 2021, Windu menyebut hal itu semestinya sama sekali belum boleh dilakukan.

Terutama pada wilayah yang masih ada di zona merah atau oranye.

"Sekolah seharusnya hanya bisa diaktifkan pada kabupaten kota berlevel kuning atau hijau, dengan ketentuan minimal berlevel kuning dalam 4 minggu berturut-turut," kata dia.

Baca Juga: Mengapa Kita Bisa Kelebihan Asupan Garam Harian? Ini Penyebabnya

Jika pun nantinya akan benar-benar dibuka kembali, Windu menyebut alur yang benar adalah memulainya dari tingkatan yang paling tinggi, yakni setingkat SMA, baru kemudian diikuti level di bawahnya.

"Dan dievaluasi minimal setelah 4 minggu. Bila hasil evaluasi baik baru bisa diikuti membuka level SMP, yang diikuti evaluasi minimum 2 minggu dan bila hasilnya baik bisa diikuti pembukaan tingkat SD," jelasnya.

Baca Juga: Ibu Hamil Dengan Diabetes Tak Perlu Panik, Begini Mengendalikannya

Apabila sampai muncul klaster penularan di salah satu sekolah, Windu menyarankan semua sekolah yang ada di wilayah tersebut harus segera ditutup kembali.

Semua itu tentu diperlukan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran kasus infeksi yang meluas.

"Semua hal di atas tetap dibarengi dengan disiplin 100 persen mematuhi protokol kesehatan 3M, dengan pengawasan ketat dari pemerintah daerah dan pusat. Pelanggaran protokol kesehatan, terutama dalam menjaga jarak, harus diberi sanksi yang tegas yang mampu membuat jera," jelasnya.(*)

Baca Juga: Dampak Negatif yang Terjadi Pada Tubuh Jika Sering Minum Kopi Sebelum Sarapan

 #berantasstunting

#hadapicorona

#BijakGGL