GridHEALTH.id - Pandemi COVID-19 membuat hampir semua orang di dunia mengalami perubahan yang tidak terduga dalam hidupnya.
Perubahan paling terasa pada aktivitas harian. Baik bekerja, belajar, sampai beribadah harus dilakukan dari rumah dan dengan cara yang berbeda.
Pandemi pun memberi tantangan tersendiri bagi pasangan suami istri. Pasalnya, selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlangsung sejumlah klinik kesehatan dan kandungan ditutup sementara.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kondisi ini menyebabkan akses untuk memperoleh alat kontrasepsi menjadi sulit.
Baca Juga: Tak Hanya Mencegah Kehamilan, Pil KB Membantu Mengatasi Anemia
BKKBN mencatat adanya penurunan jumlah pelayanan KB secara nasional dari masing-masing jenis alat obat kontrasepsi (alokon).
Pasangan Usia Subur (PUS) yang memerlukan kontrasepsi menunda datang ke fasilitas kesehatan (faskes) selama pandemi jika tidak dalam kondisi mendesak, karena adanya kekhawatiran tertular COVID-19.
Akibatnya, jumlah Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD) meningkat. Berdasarkan data BKKBN, Selasa (19/5/2020), tercatat ada lebih dari 400.000 KTD sepanjang pandemi COVID-19.
Dengan meningkatnya angka kehamilan, diperkirakan pada awal 2021 akan ada lebih dari 420.000 bayi baru lahir. Perkiraan angka itu berdasarkan perhitungan bahwa 10 persen dari 28 juta keluarga mengalami kesulitan dalam mengontrol kelahiran.
Baca Juga: Studi : Efektivitas Pil KB Mencapai 99%, Asalkan Tepat Aturan Pakainya
Padahal seperti diketahui, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Badan Pusat Statistik memproyeksi pada 2020 ini jumlah penduduk Indonesia akan meningkat sebanyak 271.066.000 jiwa
Setidaknya ada sekitar 4,8 juta kelahiran baru setiap tahunnya di Indonesia. Selain itu, kasus stunting, hingga kematian ibu dan bayi masih menjadi persoalan yang harus ditangani. KTD yang meningkat dikhawatirkan menyumbang persoalan baru.