Find Us On Social Media :

Gejala Badai Sitokin, Sindrom Paling Ditakuti Dokter Pada Pasien Covid-19

GridHEALTH.id - Badai sitokin alias cytokine strom sebenarnya bukan hal baru di dunia medis.

Tahun ini menandai 11 tahun sejak deskripsi pertama dari badai sitokin yang berkembang setelah terapi sel-T reseptor antigen chimeric (CAR), dan 27 tahun sejak istilah itu pertama kali digunakan dalam literatur untuk menggambarkan sindrom engraftment dari graft-versus-host akut.

Baca Juga: Tes CPNS Wajib SWAB PCR, Peserta Menjerit Pusing, Pemalsu Surat Antigen Catut Logo RS Terkemuka

Masyarakat awal sendiri baru mengetahui tentang badai sitokin sejak pandemi Covid-19.

Khususnya sejak wafatnya aktor Raditya Oloan, dan kembali menghangat setelah pengakuan Deddy Corbuzier.

Jika dilihat dari perspektif historis, badai sitokin alias Cytokine strom sebelumnya disebut sebagai sindrom mirip influenza, yang terjadi setelah infeksi sistemik seperti sepsis dan setelah imunoterapi seperti racun Coley.

Penderita Covid-19 rentan terkena badai sitokin yang mematikan. Hal inilah yang paling ditakuti dokter pada paseinnya yang terpapar Covid-19.

Baca Juga: Bukti Kekuatan Vaksin Covid-19, Semakin Sedikit yang Divaksin, Kasus Kembali Melonjak di Benua Amerika

Karenanya penting bagi dokter untuk mengenali badai sitokin karena memiliki implikasi prognostik dan terapeutik.

Bagi dokter menargetkan sitokin selama pertawatan pasien COVID-19 dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan mengurangi kematian pasien.

Salah satu terapi yang ditargetkan paling awal untuk pembatalan terjadinya badai sitokin, melansir The New England Journal of Medicine dalam laporan ilmiah dengan judul 'Cytokine Storm', yang ditulis oleh David C. Fajgenbaum, M.D., and Carl H. June, M.D (3/12/2020), adalah anti-interleukin-6 reseptor antibodi monoklonal tocilizumab.

Pengobatan ini dikembangkan untuk pengobatan penyakit Castleman multisentrik idiopatik pada 1990-an.

Gejala Pasien yang Mengalami Cytokine Storm

Hampir semua pasien dengan cytokine storm alias mengalami badai sitokin, gejalanya demam yang dapat menjadi derajat tinggi pada kasus yang parah.

Bisa juga pasien mengalami kelelahan, anoreksia, sakit kepala, ruam, diare, artralgia, mialgia, dan ditemukan juga pasien yang mengalami neuropsikiatri.

Gejala-gejala ini mungkin disebabkan langsung oleh kerusakan jaringan yang diinduksi oleh sitokin, atau perubahan fisiologis fase akut, atau mungkin akibat dari respon yang dimediasi oleh sel imun.

Cytokine storm Circus Covid-19.

Baca Juga: Gejala Otitis Media Pada Anak dan Orang Dewasa Munculnya Cepat, Ini yang Harus Diwaspadai

Badai sitokin jika sudah dialami seorang pasien dapat berkembang pesat menjadi koagulasi intravaskular diseminata, dengan oklusi vaskular atau perdarahan katastropik, dispnea, hipoksemia, hipotensi, ketidakseimbangan hemostatik, syok vasodilatasi, dan ujungnya adalah kematian pasien.Baca Juga: Jokowi Sebut Walikota Samarinda Tampak Segar usai Disuntik Vaksin Nusantara: 'Enggak Ngajak-ngajak'

Banyak pasien mengalami gejala pernapasan, termasuk batuk dan takipnea, yang dapat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dengan hipoksemia yang mungkin memerlukan ventilasi mekanis.

Lebih mengerikan kombinasi hiperinflamasi, koagulopati, dan jumlah trombosit yang rendah menempatkan pasien dengan badai sitokin pada risiko tinggi untuk perdarahan spontan.

Dalam kasus badai sitokin yang parah, gagal ginjal, cedera hati akut atau kolestasis, dan kardiomiopati terkait stres atau mirip takotsubo juga dapat berkembang.

Hal ini pun dituturkan oleh Joana Alexandra, istri dari Raditya Oloan, "Kondisinya post-covid dengan komorbid asma, and he is going through a cytokine strom (badai sitokin) yang menyebabkan hyper-inflammation in his whole body," terangnya. "Ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat," papar Joana Alexandra.

Hal ini pun mungkin yang dialami Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Mengenal Lebih dekat Metode Persalinan ERACS, dalam 24 Jam Ibu Sudah Bisa Pulang

Melalui unggahannya di akun Instagram pada Minggu (22/8/2021), Deddy Corbuzier menceritakan pengalamannya yang hampir meregang nyawa.

Deddy menceritakan bahwa dirinya hampir, meninggal dunia meski sudah dinyatakan negatif Covid-19.

"Saya sakit.. Kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucunya dengan keadaan sudah negatif. Yes it's covid," tuturnya.

Deddy mengaku paru-parunya rusak parah dan mengalami badai sitokin.

"Tanpa gejala apapun tiba tiba saya masuk ke dalam badai Cytokine dengan keadaan paru paru rusak 60% dalam dua hari," tambahnya.(*)

Baca Juga: Indonesia Tengah Dipantau WHO, Terdeteksi Varian Baru Covid-19 yang Memiliki Perubahan Pada Materi Genetiknya