Find Us On Social Media :

Covid-19 Korut Berisiko Timbulkan Varian Baru dan Kematian yang Tinggi

Varian Covid-19 baru berisiko muncul di Korea Utara.

GridHEALTH.id – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) waswas akan ada varian baru corona yang muncul di Korea Utara.

Kekhawatiran tersebut timbul mengingat masyarakat Korea Utara belum mendapatkan vaksinasi Covid-19, seperti penduduk di negara-negara lain.

“WHO berulang kali mengatakan ketika ada transmisi yang tidak terkendali, selalu ada risiko varian baru yang lebih tinggi muncul,” kata Direktur kedaruratan WHO Mike Ryan, dikutip dari Reuters, Rabu (18/05/2022).

Senada dengan Mike Ryan, Pimpinan WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mengatakan kalau dirinya sangat prihatin melihat penyebaran virus Corona di antara populasi yang tidak divaksin dengan banyak kondisi yang mendasarinya.

“WHO sangat prihatin dengan risiko penyebaran Covid-19 lebih lanjut di negara ini (Korea Utara) terutama karena penduduknya tidak divaksinasi dan banyak yang memiliki kondisi mendasar yang menempatkan mereka pada risiko penyakit parah dan kematian,” ujarnya.

Covid-19 di Korea Utara bisa bertambah parah

Kekhawatiran serupa juga ditunjukkan oleh para ahli kesehatan yang lain. Wabah Covid-19 yang terjadi di Korea Utara, dapat menjadi bencana besar jika tidak segera ditangani.

Negara yang terisolasi tersebut, mencatat ada 269.510 tambahan kasus “demam” dan enam orang meninggal, sehingga total masyarakat yang kehilangan nyawa sejak akhir bulan lalu sebanyak 56 orang.

Sekitar 1,48 juta orang telah terinfeksi virus sejak kasus Covid-19 pertama dilaporkan, pada Kamis (12/05/2022).

Baca Juga: Dr Tifa: 'Hepatitis Akut Kejahatan yang Disembunyikan', Hubungan Hepatitis Akut dengan Vaksin Covid-19

Setidaknya ada 663.910 orang yang menjalani karantina. Wabah ini diprediksi lebih besar daripada perhitungan resmi, mengingat kurangnya tes dan sumber daya untuk merawat serta melakukan pemantauan.

Penduduk yang tidak divaksin dan tak ada obat antivirus seperti yang digunakan negara lain dalam menangani Covid-19, menjadi alasan kekhawatiran para ahli.

Ditambah, kekurangan gizi yang meluas membuat populasi 26 juta lebih orang menajdi rentan terhadap penyakit serius.

Owen Miller, dosen studi Korea di School of Oriental and African Studies, London University melihat kondisi ini sebagai sesuatu yang buruk.

“Mereka (Korea Utara) menghadapi penyebaran Omicron yang merajalela tanpa perlindungan dari vaksin, tanpa banyak – jika ada – kekebalan dalam populasi dan tanpa ada akses ke sebagian besar obat yang telah digunakan untuk mengobati Covid di tempat lain,” ujarnya dikutip dari The Guardian, Rabu (18/05/2022).

Sejauh ini, tawaran bantuan yang datang dari negara-negara tetangga mendapat penolakan.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un hanya melakukan penguncian (lockdown), karantina, dan meningkatkan kewasapdaan.

Kantor berita resmi KCNA melaporkan pengiriman obat-obatan ke apotek oleh unit medis tentara dan kampanye kesehatan masyarakat yang menyerukan pemakaian masker, serta jaga jarak.

Angka tes Covid-19 Korea Utara sejak pandemi hanya 64.200, jauh berbeda dibandingkan dengan negara tetangganya Korea Selatan 172 juta, menurut WHO.

Baca Juga: Masker Boleh Dilepas Saat Aktivitas di Area Terbuka, Epidemiolog: Waktunya Kurang Tepat

“Kami berbicara tentang tingkat kematian 0,1 persen untuk Omicron di Korea Selatan, tapi itu akan menjadi jauh lebih tinggi di Korea Utara, bahkan mungkin mencapai 1 persen meskipun sulit untuk memprediksinya saat ini,” kata Jung Jae-hun, profesor kedokteran pencegahan Universitas Gachon.

Covid-19 varian Omicron memang menyebabkan tingkat keparahan yang lebih rendah disbanding dengan varian yang lainnya.

Varian Covid-19 yang terdeteksi pada akhir 2021 lalu ini, juga menyebabkan kematian yang cukup rendah.

Namun, hal tersebut terjadi di negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi, fasiltas kesehatan yang baik, dan paparan terhadap Covid-19 sebelumnya.

Kondisi yang sama diragukan terjadi di Korea Utara, mengingat program vaksinasi belum dilakukan di negara tersebut.

PBB melalui skema Covax sempat mengirimkan jutaan dosis vaksin Covid-19, tapi ditolak oleh Korea Utara.

Korea Selatan pun mengatakan bahwa telah memberikan tawaran bantuan berupa vaksin, obat-obatan, dan staf medis, tetapi belum mendapat tanggapan.

“Korea Utara memiliki banyak orang rentan yang tidak mempunyai sistem kekebalan yang kuat. Tingkat inokulasi resminya adalah nol dan tidak mempunyai pil pengobatan (antivirus) Covid-19,” kata Kim Sin-gon, profesor di Korea University College of Medicine Seoul.

Tanpa bantuan dari negara-negara lain ataupun organisasi internasional, Korea Utara berisiko berakhir dengan tingkat kematian dan kasus infeksi Covid-19 terburuk di dunia.

Baca Juga: Tak Mau Divaksin, Korea Utara Lawan Covid-19 dengan Antibiotik dan Obat Rumahan