GridHEALTH.id - Tahukah masalah pengobatan yang tidak rasional sudah menjadi masalah dunia.
Lebih dari 50% obat diresepkan, didistribusikan atau dijual secara tidak tepat.
Sementara 50% dari pasien gagal untuk menggunakan obat dengan tepat.
Lebih dari 1/3 penduduk dunia kekurangan akses terhadap obat esensial.
Karenanya Profesor Sir Stephen Powis dari Inggris menyarankan rekan sesama dokter untuk tidak meresepkan obat secara berlebihan.
Beliau meminta para dokter tidak menyelesaikan berbagai masalah dengan obat."Sebagai seorang petugas medis, pendekatan obat untuk setiap penyakit' tidak boleh menjadi titik awal untuk merawat pasien," kata Powis pada konferensi National Health Service (NHS) Confed Expo di Liverpool, Inggris.
Dirinya menyerukan hal tersebut karena menyoroti penggunaan obat berlebihan bisa berujung masalah.
Menurutnya, satu dari lima kasus rawat inap rumah sakit pada pasien di atas 65 tahun dan 6,5 persen dari semua kasus rawat inap di Inggris, disebabkan oleh efek samping obat.
Baca Juga: Traditional Chinese Medicine (TCM) dan Pengobatan Medis Barat, Apa Bedanya?
Fakta lain yang dia paparkan ialah biaya fantastis obat resep yang dikeluarkan oleh apotek komunitas di Inggris.
Sepanjang 2021-2022, obat resep dari Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menelan biaya besar.Besarannya yakni 9,69 miliar poundsterling (setara dengan Rp 175,82 triliun) dengan 1,14 miliar obat yang dibagikan.
Pil penurun kolesterol atorvastatin adalah yang paling umum, yakni sebanyak 53,4 juta pil.Yang mengagetkan, sebuah tinjauan pemerintah Inggris belum lama ini memperkirakan bahwa 10 persen dari obat yang diresepkan dalam perawatan primer tidak diperlukan. Sementara itu, ada sekitar 8,4 juta orang di Inggris mengonsumsi lebih dari lima obat setiap hari.
Kebiasaan itu rentan dengan risiko efek samping. Itu sebabnya Powis mewanti-wanti tenaga medis untuk cermat dalam meresepkan obat."Mengurangi resep yang tidak perlu yang dapat meningkatkan risiko bahaya dan menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan kini lebih penting dari sebelumnya," ujar Powis, dikutip dari laman Express.co.uk, Senin (20/6).
Karenanya NHS telah mengambil tindakan untuk memangkas resep yang tidak perlu, dengan cara memanfaatkan sumber dayanya sebaik mungkin.
Baca Juga: Pahit Saat Dimakan, Bunga Pepaya Punya Manfaat Luar Biasa Bagi Kesehatan
NHS menugaskan tim ahli farmasi ke seluruh negeri untuk memberikan saran kepada pasien agar mencermati resep obat dan memaksimalkan pilihan pengobatan lain.Apa yang disuarakan dokter terkemuka di Inggris tersebut sebenarnya bukan hal baru.
Pemberian obat berlebih dan tidak rasional sudah terjadi sejak lama. Termasuk di Indonesia.
Padahal penggunaan obat yang tidak tepat dan berlebihan akan menghabiskan obat dan biaya dan mengakibatkan peningkatan efek samping obat dan bahaya bagi pasien.
Di Indonesia contohnya, antibiotik dianggap obat dewa dan bisa untuk banyak penyakit.
Padahal antibiotik hanya bisa untuk penyakit disebabkan bakteri juga jamur, dan tidak semua penyakit tersebut butuh penanganan antibiotik.
Asal tahu saja, penggunaan antibiotik yang berlebihan meningkatkan resistensi antibiotik.
Penggunaan obat suntik/injeksi yang tidak steril akan menyebarkan infeksi yang diperantarai darah seperti hepatitis, HIV/AIDS dan penyakit lainnya.
Akhirnya pengobatan yang tidak rasional dapat memicu permintaan pasien yang tidak rasional dan berakibat menurunnya kepatuhan karena obat yang habis dan hilangnya kepercayaan pasien kepada sistem kesehatan.
Baca Juga: Info Penambahan Pasien Covid-19 Dirawat di Rumah Sakit Wisma Atlet
Pada negara ketiga dimana akses dan ketersediaan obat sangat terbatas, pengobatan yang tidak rasional akan menyebabkan kelangkaan obat, sehingga disaat diperlukan obat yang dibutuhkan tidak ada yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.Melansir laman Yayasan Orangtua Peduli (14/01/2010), pada artikel yang ditulis oleh dr. Anto disebutkan, bentuk-bentuk pengobatan yang tidak rasional adalah:
* Penggunaan terlalu banyak obat setiap pasien (polifarmasi)
* Penggunaan antibiotik yang tidak tepat, seringkali dosis yang tidak tepat, penggunaan untuk infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri
* Penggunaan obat injeksi/suntik yang berlebihan saat obat oral/minum lebih tepat
* Ketidaksesuaian peresepan dengan panduan klinis yang berlaku
* Pengobatan sendiri yang tidak tepat, seringkali dengan obat yang seharusnya hanya bisa dibeli dengan resep.(*)
Baca Juga: Penyandang Diabetes, Coba Lakukan 3 Hal Ini Untuk Atasi Sering Buang Air Kecil