GridHEALTH.id - Kasus reinfeksi Covid-19 selama pandemi Covid-19 ini menjadi momok besar bagi masyarakat.
Bagaimana tidak menjadi momok, pasien yabg telah sembuh dari infeksi Covid-19 yang tidak mengenakan, harus kembali jatuh sakit karena infeksi Covid-19 kembali.
Tapi tahukah, kasus reinfeksi Covid-19 adalah infeksi dengan strain baru dari SARS-CoV-2 pada pasien yang telah sembuh dari infeksi COVID-19.
Seperti halnya sekarang saat munculnya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Salah satu upaya untuk mengetahui seseorang mengalami reinfeksi COVID-19 adalah dengan whole genome sequencing (WGS), yaitu untuk mengetahui potensi variasi susunan materi genetik virus yang terjadi saat infeksi pertama dan kedua.
Sayangnya sampai saat ini belum ada informasi yang pasti tentang frekuensi terjadinya reinfeksi COVID-19.
Gejala Reinfeksi Covid-19
Pasien dengan reinfeksi COVID-19, melansir artikel Dwi Retnoningrum, S.Kep.,Ns, KFK Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dari laman sardjito.co.id (18/11/2021), juga akan merasakan berbagai macam gejala mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang berat.
Pasien pun dapat merasakan keluhan yang sama, atau lebih ringan, bisa juga lebih berat antara infeksi pertama dan infeksi kedua.
Baca Juga: Titik Pijat Mengatasi Sakit Gigi, Cara Pengobatan Tradisional Cina
Beberapa penelitian memaparkan, terdapat beberapa kasus dengan gejala kekambuhan seperti demam, malaise, mialgia, dan batuk setelah keluar.
Hasil tes PCR pun dengan hasil yang positif dapat mengkonfirmasi terjadinya infeksi dan menunjukkan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Tapi, tes PCR ulang bisa menunjukkan hasil positif karena beberapa alasan sehingga sulit untuk membedakan antara reinfeksi, reaktivasi, atau penyebab lainnya.
Masa Rawan Reinfeksi Covid-19
Meskipun telah dikaitkan dengan karakteristik biologis COVID-19 dan faktor lain, seperti komorbid, kondisi klinis, penggunaan glukokortikoid, pengumpulan sampel, pasien yang baru menjalani pemeriksaan awal maupun yang menjalani pemeriksaan evaluasi, dan bahkan infeksi bakteri sekunder, atau kemungkinan terjadinya infeksi ulang COVID-19.
Pada salah satu studi menunjukkan bahwa antibodi dan kekebalan bisa bertahan sekitar 40 hari dan ada kemungkinan infeksi ulang atau reaktivasi infeksi laten setelah periode ini.
Oleh karena itu, pemulihan dari COVID-19 mungkin tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi ulang selamanya.
Sebelumnya penelitian yang terkait dengan jenis virus corona manusia lainnya menunjukkan kemungkinan infeksi ulang oleh varian yang lain.
Untuk itu kita harus menjaga kewaspadaan selama masa pemulihan dan mempertimbangkan kemungkinan mutasi genetik.
Baca Juga: Wanita Menopause Bisa Kembali Hamil, Percaya Tidak Percaya Ini Faktanya
Beberapa kasus mungkin menunjukkan hasil tes negatif palsu pada saat pemulangan atau pasien tidak sepenuhnya memenuhi kriteria pemulangan.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa infeksi ulang juga berpotensi terjadi karena kekebalan tubuh melemah seiring waktu.(*)
Baca Juga: Keracunan Merkuri Tidak Mudah Dideteksi, Bisa Sebabkan Gangguan Penglihatan Hingga Kematian