GridHEALTH.id - Sekolah tatap muka saat ini telah berjalan.
Namun dalam kondisi new normal, yaitu tetap mengindahkan protokol kesehatan dan waspada penuran Covid-19.
Karena itu pula jangan heran saat ini ada sekolah yang sudah melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM), dan ada juga yang daring alias sekolah online.
Bahkan ada juga kelas lain sekolah tatap muka, sementara kelas lainnya di sekolah yang sama melakukan pembelajaran daring.
Hal itu diberlakukan disesusikan dengan kondisi sekolah dan kesehatan guru juga murid.
Karenanya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menekankan semua guru dan tenaga pendidik yang berada di lingkungan sekolah bisa mendapatkan vaksinasi lengkap.Selain vaksinasi dosis pertama dan kedua, guru dan tenaga pendidik juga diharapkan bisa memenuhi kewajiban vaksinasi dosis ketiga atau booster.
"Saat ini kebijakan kita sudah harus mendapatkan vaksinasi booster maka guru dan tendik di sekolah tidak cukup dengan dua vaksin, tapi harus melengkapi dengan vaksinasi booster," papar Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi
"Dalam proses belajar mengajar, kita ingat memakai masker tetap harus dilakukan, jadi kita berharap para guru tetap menggunakan masker," kata Nadia, dalam konferensi pers, Kamis (28/7/2022).
Baca Juga: Begini Cara Merawat Kesehatan Gigi Balita, Agar Tak Bolong dan Keropos
Dalam kesempatan yang sama Nadia pun mengingatkan dan harus dindahkan untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya, untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah, anak yang memiliki keluhan sakit seperti batuk pilek tidak diperkenankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka."Kalau ada anak yang memiliki keluhan batuk pilek itu enggak boleh sekolah, jadi harus istirahat, sudah ada, dan merujuk pada SKB empat menteri," ujar Nadia Selain itu, semua warga sekolah diminta untuk taat terhadap protokol kesehatan dan sekolah wajib memiliki fasilitas cuci tangan.
Untuk kita ketahui bersama, walau Kemenkes mengimbau seperti itu, anak batuk pilek belum tentu Covid-19.
Tapi anak yang mengalami batuk pilek harus terus dipantau dengan seksama.
Nah, yang harus kita ingat dan lakukan saat anak batuk pilek, Menurut dr. Endah Citraresmi, SpA(K) saat ditemui Gridhealth.id di acara Pesat Jakarta 2019 pada Minggu (7/4/2019), tidak butuh antibiotik.Antibiotik tidak dapat bekerja terhadap virus dan tidak akan menolong untuk meredakan sakit batuk pilek.Batuk pilek biasa disebut juga dengan common cold atau selesema ini umumnya disebabkan oleh berbagai macam virus yang menyebar melalui udara dan kontak dengan orang yang sedang terjangkit.Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh terhadap gangguan yang ada di saluran pernapasan.
Baca Juga: Jumlah Anak Korban Covid-19 Bertambah, Jika Bapil Dilarang Masuk Sekolah
Saat kita mengalami batuk, biasanya lendir akan memenuhi hidung dan menyebabkan pilek dan hidung tersumbat.Gejala yang timbul biasanya 1-3 hari setelah tertular virus dan biasanya menetap sekitar 1 minggu sampai 2 minggu.Tanda dan gejala yang terjadi pada penderita selesma ini, diantaranya:- Bersin.- Hidung tersumbat.- Batuk.- lendir mengalir ke tenggorokan (post nasal drip).- Mata berair.- Sakit kepala ringan.
Baca Juga: Healthy Move, 9 Latihan Untuk Membantu Meningkatkan Ukuran Payudara
- Sakit badan ringan.Gejala ini diawali dengan lendir berwarna bening seperti air, berubah warna menjadi putih, kuning, hingga hijau yang menandakan akan sembuh.Untuk mencegah terjadinya sakit batuk pilek yang berulang, kita perlu melakukan:- Menjaga kesebersihan lingkungan tempat tinggal.- Rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.- Menghindari kontak dengan orang yang mengalami batuk pilek.Namun jika sakit batuk pilek ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan tak kunjung reda walau sudah mengonsumsi obat pereda gejala, segera lakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter.Sebagai informasi, kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan. Data teranyar pada 28 Juli 2022, kasus Covid-19 di Indonesia meningkat 6.353 dalam 24 jam.Kumulatif kasus Covid-19 kini berada di angka 6.191.664 dengan perincian 46.655 kasus aktif, 5.988.052 sembuh, dan 156.957 meninggal dunia.(*)
Baca Juga: Endometriosis Berisiko Meningkatkan Stroke Berdasarkan Studi Terbaru