Find Us On Social Media :

Pentingnya Teman Curhat untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik

Menjadi teman curhat bagi orang yang sedang merasa kesepian dapat membuat mereka merasa lebih berharga.

GridHEALTH.id - Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Keduanya sebenarnya saling berkesinambungan.

Ketika kesehatan mental terganggu dan dibiarkan saja, lama-lama akan memengaruhi kesehatan fisik juga.

Abai terhadap gangguan mental, juga bisa berujung pada keinginan mengakhiri hidup pada sebagian orang.

Padahal, menurut dr. Sandersan Onie dari Black Dog Institute, Sydney, Australia, hal tersebut bisa dicegah. Salah satunya adalah dengan mengakhiri kesepian

Mempunyai teman curhat penting

Lebih lanjut, dokter Sandersan Onie mengatakan bahwa angka kejadian bunuh diri di Indonesia tinggi.

"Kami baru menyelesaikan sebuah penelitian terbaru tentang angka bunuh diri di Indonesia. Dan yang ditemukan, bahwa angka bunuh diri yang sesungguhnya minimal empat kali lipag dari yang dilaporkan," ujarnya dalam acara 'It Starts and End with Us', Sabtu (29/10/2022) pekan lalu.

Tak hanya itu, percobaan bunuh diri pun angka kejadiannya juga terbilang cukup tinggi.

"Lebih dari itu, kita menemukan angka percobaan bunuh diri. Melakukan percobaan bunuh diri belum tentu meninggal, angka percobaan bunuh diri itu sekitar 7 sampai 24 kali lipat dari angka kematian bunuh diri," jelasnya.

Kesepian menjadi salah satu pemicu mengapa hal ini terjadi. Padahal, kita sebagai anggota masyarakat bisa melakukan pencegahan.

Menjadi teman curhat atau istilahnya support system, dapat membantu orang yang mengalami masalah pada kesehatan mental menjadi lebih berdaya.

Baca Juga: Mengalami Jatuh Sakit hingga Ayu Aulia Dikabarkan Sempat Akan Mengakhiri Hidupnya, Perempuan Lebih Rentan Alami Depresi?

Pernyataan serupa juga keluar dari mulut psikolog klinis Annelia Sari Sani yang juga turut hadir di acaranya yang sama.

Ia mengatakan, menjadi teman curhat orang yang sedang mengalami masalah kesehatan mental, tak perlu selalu memberikan solusi.

"Sesungguhnya nggak perlu dikasih tahu jalan keluarnya, karena kita semua berdaya. Kita bisa keluar dari masalah kita sendiri," ujarnya.

"Tapi, kita perlu tempat yang aman. Perlu merasa ada orang yang pegangin space kita. Dan sebaliknya, kita yang pegangin space teman-teman juga merasa bahagia," kata Annelia.

Sebagai orang yang mengalami masalah kesehatan mental, sebaiknya juga usahakan untuk terbuka dengan orang-orang sekitar.

Karena, kemungkinan besar sebenarnya ada kemauan dari orang sekitar untuk membantu. Akan tetapi, khawatir malah akan memperburuk keadaan dan begitu juga sebaliknya.

"Mungkin selama ini kita punya pikirsn 'ah ibu saya nggak akan ngerti lah, adik saya nggak akan ngerti urusan saya'," jelas Annelia.

"Belum tentu, jangan-jangan mereka sebenarnya ingin membantu, tapi takut nanti kalau ditanya marah atau nangis nggak karuan," sambung psikolog klinis yang berpraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Kita Jakarta.

Namun, menurutnya apabila dirasa peer group tidak bisa memberikan kenyamanan, maka tidak ada salahnya untuk datang ke profesional.

Apalagi jika tahu, bahwa orang-orang terdekat juga sedang berjuang menghadapi masalah yang serupa dan belum bisa memberikan bantuan.

Tantantangan masalah mental

Baca Juga: Tak Hanya Kesehatan Fisik, Kita Juga Perlu Membangun Kepedulian Terhadap Kesehatan Mental

Selain kesepian, ada juga faktor-faktor lain yang membuat seseorang terkukung dalam masalah kesehatan mentalnya, menurut Sandersan Onie.

Pertama, mitos yang sudah dipercaya oleh banyak orang dan stigma yang meliputi masalah kesehatan ini.

Misalnya anggapan bahwa pria tidak butuh bantuan profesional dan dianggap lemah bila melakukannya.

"Lebih dari 50% pria sudah minta bantuan, tapi yang dihadapi kurang baik. Sehingga hampir kebanyakan orang yang mengakhiri hidup dan melakukan percobaan adalah pria," ungkapnya.

Selain itu, ada anggapan bahwa orang yang kesehatan jiwanya terganggu, malas beribadah. Nyatanya, masalah ini sebagian besar berhubungan dengan genetik dan biologis.

Kedua, yang menjadi tantangan dalam mengakhiri masalah kesehatan ini yakni adanya trauma lintas generasi.

Yang dimaksud yaitu trauma yang diberikan kepada orang terdekat seperti anak, tanpa si anak tahu apa yang jadi pemicunya.

"Jika ada seseorang yang begitu disakiti, kemungkinan saat menjadi ibu akan mengajak anak untuk menjauhi laki-laki," ujarnya.

Ia menambahkan, "(Akibatnya) anak tersebut tidak bisa dekat dengan laki-laki, tanpa mengetahui masalahnya."

Diingatkan lagi, bahwa mencari bantuan profesional bukan sesuatu yang dianggap lemah untuk dilakukan.

Karena dasarnya, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, sehingga perlu diselesaikan apabila terjadi masalah. (*)

Baca Juga: Kenali 5 Tanda Orang Terpikirkan Ingin Bunuh Diri dan Cara Mencegahnya