Find Us On Social Media :

Masih Banyaknya Hoaks Covid-19, Alasan Capaian Vaksin Booster Lansia Rendah

Capaian vaksin booster untuk lansia sampai saat ini masih di bawah target.

GridHEALTH.id - Pandemi Covid-19 masih belum selesai, meskipun pemerintah telah mencabut PPKM.

Upaya perlindungan terhadap virus corona juga masih digiatkan, salah satunya melalui program vaksinasi.

Hanya saja, vaksinasi Covid-19 khususnya dosis ketiga sampai hari ini capaiannya masih terbilang rendah dibanding dosis pertama dan kedua.

Hoaks Pengaruhi Capaian Vaksin Booster Lansia

Lansia termasuk salah satu kelompok yang rentan mengalami keparahan akibat infeksi virus corona.

Namun, dari data Kementerian Kesehatan per 2 Januari 2023, pemberian vaksin booster untuk lansia masih jauh di bawah target.

“Tergolong rendah, total estimasinya 21 juta, tetapi baru 33,36%. Berarti kurang lebih dari 10 juta belum ada,” kata dr Agatha Tyas, MPH Program Manager Primary Healthcare Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dalam peluncuran film pendek ‘Katanya?!’, Kamis (5/1/2023).

Tersebarnya informasi tidak benar atau hoaks, salah satu hal yang berkontribusi terhadap rendahnya capaian vaksinasi.

"Dalam pantauan kami, di tahun 2022 jumlah hoaks Covid-19 memang cenderung berkurang sebesar 65%

dibandingkan tahun sebelumnya, namun hal ini tidak menjamin penurunan dampaknya", ungkap Nuril Hidayah, Program Officer komunikasi Vaksin Covid-19

dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh MAFINDO, pada akhir 2022 tercatat terdapat 161 hoaks.

Dua hoaks yang paling banyak tersebar yakni sentimen vaksin Covid-19 dan kebijakan pemerintah.

"Misalnya vaksin mengakibatkan AIDS, mengakibatkan kemandulan, bahkan kematian," kata Nuril.

Baca Juga: Indonesia Cabut PPKM, Warga China Kelimpungan Dapatkan Obat Covid-19, Pasar Gelap Diserbu

Ia juga menambahkan contoh hoaks sentimen vaksin lainnya, "Penyakit yang dialami oleh Justin Bieber (Ramsay Hunt) itu juga dikait-kaitkan dengan vaksin Covid."

Informasi tidak benar terkait bahan baku yang digunakan dalam pembuatan vaksin Covid-19 juga masih banyak dipercayai oleh masyarakat.

Misalnya vaksin yang terbuat dari intisari janin bayi dan terdapat magnet atau chip.

"Dalam analisis kami, hoaks Sangat berdampak pada

kepercayaan publik terhadap vaksin. Hal ini terbukti dalam survei, yang kami lakukan pada Juni 2021, kami menemukan bahwa kemampuan mengenali dan memilah hoaks mendorong 3 kali lipat kemungkinan seseorang untuk mau divaksin," jelasnya.

Upaya Berantas Hoaks Vaksin Covid-19

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh CISDI dan Universitas Indonesia, ada beberapa hambatan yang membuat kelompok rentan termasuk lansia tidak mendapat vaksin.

"Hambatan ini termasuk ketidakpercayaan terhadap Covid-19, vaksin dan tenaga kesehatan secara umum yang disebabkan informasi yang kurang tepat," jelas dokter Agatha Tyas.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menumpas hoaks sentimen vaksin merilis film pendek 'Katanya?!'. 

Menceritakan tentang seorang istri yang mencari tahu kebenaran terkait informasi terkait vaksinasi yang telah tersebar di lingkungan rumah dan membuat suaminya enggan divaksinasi.

Nuril mengatakan, mengivestigasi sebuah informasi adalah cara yang tepat agar terhindar dari hoaks.

Pertama dengan melihat apakah informasi yang diterima mengandung ciri-ciri hoaks yakni kabarnya terlalu baik atau buruk dan cenderung emosional.

Kedua, cek sumbernya apakah valid atau tidak. Ketiga, apabila menemukan klarifikasi yang benar maka segera sebarkan agar orang lain juga bisa terhindar. (*)

Baca Juga: Kenaikan Kasus Covid-19 Saat Ini Bukan Karena Mobilitas Tinggi, Karenanya PPKM Dicabut?