Find Us On Social Media :

Tidak Perlu Terlalu Panik, Virus Marburg Tidak Ada di Indonesia, Ini Faktanya!

Simak fakta virus Marburg meski Menkes Budi sebut tidak ada di Indonesia dan masyarakat tak perlu panik.

GridHEALTH.id – Virus Marburg kembali menyita perhatian dunia setelah mewabah kembali di negara Guinea Khatulistiwa, sejak ditemukannya kasus baru pada 07 Februari 2023.

Virus ini memang bisa menjadi wabah di sebuah kawasan jika tidak mendapatkan langkah yang cepat. Meski demikian, masyarakat Indonesia disebut tidak perlu terlalu khawatir karena virus Marburg tidak ada di Indonesia. Simak fakta lengkapnya mengenai virus Marburg berikut ini!

Apa Itu Virus Marburg?

Sebenarnya virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967, data dari WHO menyebutkan sebanyak 593 kasus konfirmasi penyakit virus ini dengan 481 kematian, dengan prevalensi kematian hingga 81% sejak tahun 1967 hingga saat ini.

Kasus ini tersebar di berbagai belahan dunia, khususnya di wilayah Afrika, Amerika, dan Eropa. Tiga negara dengan pelaporan kasus tertinggi penyakit ini sejak tahun 1967 adalah Angola (374 kasus), RD Kongo (154 kasus), dan Jerman (29 kasus).

Setelah lama seolah menghilang, wabah virus Marburg kembali ditemukan di negara Guinea Khatulistiwa pada 7 Februari 2023, dan terhitung hingga 13 Februari 2023, telah dilaporkan satu kasus konfirmasi, 16 kasus suspek, dan 9 kematian. Dengan prevalensi kematian dari kasus konfirmasi mencapai seratus persen.

Baca Juga: Dugaan Kasus Gagal Ginjal Akut di Jawa Barat, Menkes: Indikasi Sementara Infeksi

Ketahuilah, penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg, yang termasuk dalam famili filovirus yang masih satu famili dengan virus Ebola.

Penyakit ini termasuk bersifat jarang, namun dapat mengakibatkan wabah dengan angka kematian besar.

Gejala Virus Marburg

Dalam laman Infeksiemerging Kemkes, dijelaskan bahwa orang yang terinfeksi virus ini dapat muncul gejala secara tiba-tiba, dengan cirinya adalah demam tinggi, sakit kepala parah, malaise parah, dan nyeri otot.

Kemudian biasanya pada hari ketiga, seseorang mengalami diare berair yang parah, nyeri perut, kram, mual, muntah, diare bertahan hingga seminggu. Pada fase ini pun seseorang akan terlihat memiliki mata cekung.

Memasuki 2-7 hari setelah gejala awal, ruam yang tidak gatal pun dapat timbul. Selain itu gejala berat berupa pendarahan dapat terjadi, biasanya di hari kelima hingga ketujuh. Bahkan pada kasus fatal, pendarahan dapat terjadi di hidung, gusi, dan vagina, bisa juga keluar melalui muntah dan feses.

Baca Juga: Cara Mengatasi Darah Rendah yang Baik dan Benar dengan Perubahan Gaya Hidup

Disebutkan, selama fase penyakit yang berat, pasien menderita demam tinggi, gangguan sistem saraf pusat, hingga menyebabkan kebingungan dan mudah marah. Pada fase akhir penyakit (15 hari), gejala virus Marburg ini dilaporkan berupa orkitis (radang testis).

Baca Juga: Gejala Seseorang Terinfeksi Virus Marburg, Begini Cara Penularannya

Kematian berisiko terjadi dan paling sering antara hari ke-8 dan 9 setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang parah dan syok.

Namun jika melihat laporan kasus yang baru-baru ini, gejala yang umum dialami adaalah demam, fatigue, muntah darah, dan diare.

Untuk mendiagnosanya maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari banyak hal, sehingga saat mengalami gejala tersebut, maka ada baiknya untuk segera memeriksakan diri ke dokter sebelum terlambat.

Penyebab Virus Marburg

Sebagai penyakit yang menular, keluarga pasien dan petugas medis yang merawat pasien menjadi kelompok yang paling rentan tertular virus ini, terlebih jika tidak menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).

Penyebab virus Marburg menular ke seseorang juga bisa dari riwayat perjalanan pada negara endemis di Afrika dan memiliki kontak dengan kelelawar buah (Rousettus aegyptiacus), atau memasuki gua/tambang yang menjadi tempat tinggal kelelawar.

Hewan kelelawar ini diduga menjadi perantara dan inang reservoir alamiah dari virus Marburg. Potensi penularan dari hewan kepada manusia dapat terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh (air liur, tinja, dan urin) dari hewan yang terinfeksi virus ini.

Dikatakan hingga saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit virus Marburg. Pengobatan pun lebih bersifat suportif dan mengobati gejala (simptomatif).

Ini Kata Menkes Budi

Saat ditemui secara langsung dalam peluncuran buku oleh East Ventures beberapa hari yang lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi mengenai virus Marburg yang kemunculannya kembali menghebohkan dunia.

Menkes Budi menyebutkan masyarakat Indonesia jangan terlalu panik,“Di Indonesia belum ada (virus Marburg) dan kita juga masih tunggu WHO. WHO (menyebutkan) kalau ada virus di situ, belum tentu semua nyebar. Jadi kita tidak usah terlalu panik juga, kita lihat ada level-levelnya apakah ini masuk variant of interest, jadi kita perhatikan.”

Baca Juga: Aplikasi PeduliLindungi akan Diganti dengan yang Lebih Bermanfaat untuk Masyarakat

“Apakah masuk variant of concern, masuk undermonitoring, jadi kita tahu ikut WHO. Informasinya juga sudah kita dapat, tapi teman-teman jangan buru-buru panik karena belum tentu semua virus itu menyebar,” lanjut Menkes Budi.

Hingga saat ini tidak ada laporan virus Marburg di Indonesia dan negara di sekitar Indonesia, sehingga risiko importasi penyakit virus Marburg di Indonesia termasuk rendah. (*)

Baca Juga: Virus Marburg Mematikan Mulai Mewabah, Apa Bedanya dengan Virus Demam Berdarah?