Find Us On Social Media :

Kasus COVID-19 Singapura Naik 25 Ribu dalam Sepekan, Haruskah Indonesia Waspada?

Dua pertiga kasus COVID-19 di Singapura disebabkan oleh varian KP.1 dan KP.2.

GridHEALTH.id - Subvarian COVID-19 baru muncul di Singapura dan menyebabkan kenaikan kasus.

Menteri Kesehatan Singapura mengatakan, kasus COVID-19 meningkat hampir dua kali lipat dari minggu ke minggu.

Kondisi ini, membuat pemerintah mengambil langkah untuk memastikan kapasitas rumah sakit umum memadai.

Dilansir dari Channel News Asia, perkiraan jumlah kasus COVID-19 dari 5 hingga 11 Mei menjadi 25.900, meningkat sekitar 90 persen dari sebelumnya sekitar 13.700.

Rata-rata rawat inap harian akibat COVID-19 meningkat menjadi 250 dari 181 pada minggu sebelumnya.

Kendati begitu, menurutnya rata-rata kasus harian di perawatan intensif tetap rendah.

"Depkes terus memantau dengan cermat lintasan gelombang ini. Untuk melindungi kapasitas tempat tidur rumah sakit dan sebagai tindakan pencegahan, rumah sakit umum telah diminta untuk mengurangi kasus operasi elektif yang tidak mendesak," kata mereka.

Sedangkan bagi pasien dengan kondisi tidak berat, dipindahkan ke fasilitas kesehatan alin atau menjalani pengobatan di rumah melalui telemedisin.

Kemenkes Singapura juga meminta agar masyarakat tidak perlu pergi ke Unit Gawat Darurat (UGD), bila gejalanya ringan atau tidak memiliki kerentanan medis.

Penyebab Kasus COVID-19 Naik

Varian COVID-19 yang memicu lonjakan kasus di Singapura adalah KP.1 dan KP.2. Lebih dari dua pertiga kasus di sana, disebabkan oleh dua varian tersebut.

Pada 3 Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan KP.2 sebagai varian yang sedang dipantau.

Baca Juga: AstraZeneca Tarik Semua Vaksin COVID-19 Buatannya dari Peredaran di Seluruh Dunia

Saat ini, tidak ada indikasi, baik secara global maupun lokal, bahwa KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan kondisi yang lebih parah dibanding varian sebelumnya.

Kendati demikian, masyarakat diingatkan untuk terus mengikuti perkembangan vaksinasi untuk melindungi diri dari jenis virus yang sedang berkembang.

Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan, sekitar 80 persen penduduk telah menyelesaikan dosis awal atau booster, namun belum menerima satu dosis pun dalam setahun terakhir.

Masyarakat Indonesia Diminta Tak Panik

Meskipun ada peningkatan kasus COVID-19 di negara tetangga, masyarakat Indonesia diharapkan tetap tenang.

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, posisi Indonesia lebih menguntungkan dibanding Singapura, karena populasi usia muda lebih banyak dan cakupan vaksinasi yang relatif tinggi.

"Walaupun yang perlu juga direspon oleh pemerintah adalah kelompok-kelompok yang rawan, seperti lansia dan pemilik komorbid, harus di-update (vaksinasi), dibooster imunnya," kata Dicky dalam keterangan yang diterima GridHEALTH, Minggu (19/5/2024).

Bagi kelompok rentan yang belum sempat menerima vaksinasi ataupun booster, diharapkan segera mendapatkannya.

Vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin COVID-19 buatan Indonesia.

"Untuk masyarakat secara umum, tidak usah panik. Tapi, kebiasaan hidup bersih sehat dengan memakai masker, cuci tangan, dan tidak berkerumun harus diterapkan untuk meminimalisir risiko dampak infeksi COVID-19," ujarnya.

Pasalnya, berdasarkan riset terbaru 1 dari 10 orang yang sudah terinfeksi COVID-19 beberapa kali, memiliki risiko mengalami long COVID-19.

Meskipun risiko menyebabkan kematian sangat rendah, tapi long COVID-19 dapat menurunkan kualitas hidup karena membuat mudah lelah, lupa, hingga memicu gangguan pembuluh darah. (*)

Baca Juga: Terkait Efek Samping AstraZeneca, BPOM: Manfaat Lebih Besar Daripada Risiko Efek Samping