Selain itu, pemerintah juga mendorong upaya untuk memastikan adanya pengaturan internasional mengenai standar data dan interoperabilitas.
Indonesia telah menginisiasi Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus avian influenza (flu burung). Pemerintah juga mendorong pembentukan instrumen One Health untuk mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan yang dapat dilaksanakan negara berkembang dengan dukungan negara maju.
Transfer teknologi yang berkeadilan juga menjadi fokus, dengan harapan dapat digunakan oleh negara berkembang untuk membangun produsen lokal guna menciptakan kemandirian.
Mengenai perizinan, Indonesia mendorong transparansi dan non-eksklusivitas, terutama saat pandemi, serta memastikan teknologi dan inovasi dapat diakses oleh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang.
Pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh seluruh negara juga menjadi fokus penting untuk implementasi Pandemic Treaty. Indonesia mendukung mekanisme pembiayaan seperti Pandemic Fund dengan penyesuaian sesuai konteks Pandemic Treaty.
Indonesia akan terus memperjuangkan kesetaraan akses dan transfer pengetahuan serta teknologi antar negara untuk membangun industri farmasi dengan prinsip dasar kesetaraan.
“Pada saat bersamaan, Pemerintah RI akan terus memperkuat legislasi di tingkat nasional agar siap menghadapi ancaman pandemi lainnya,” kata dr. Syahril.
Peran WHO
Kemudian dr. Syahril juga menjelaskan kesalahpahaman tentang peran WHO selama pandemi COVID-19, menegaskan bahwa WHO tidak memiliki kewenangan untuk mendikte negara atau penduduk.
WHO tidak dapat mengendalikan pergerakan penduduk melalui paspor digital, pemaksaan vaksinasi, lockdown, atau pengerahan militer.
Kedaulatan negara tetap dihormati, dan keputusan terkait penanganan pandemi adalah tanggung jawab pemerintah negara masing-masing.
Baca Juga: Ancaman Kesehatan dari Perubahan Iklim Jadi Fokus WHO di Program Kerja 2025-2028