“Kalau terjadi kejadian resisten, maka banyak sekali bakterinya itu tetap hidup dalam tubuh. Kemudian, menyebar lagi dan mungkin bisa menjadi lebih ganas. Misalnya, kejadian tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai obat (Multidrug-resistant tuberculosis/MDR-TB),” terangnya.
Aturan konsumsi obat antibiotika
dr. Syahril menjelaskan seperti apa aturan konsumsi obat antibiotika yang tepat.
“MDR-TB ini berarti bakteri tuberkulosis resisten terhadap obat-obatan TB. Pengobatan tuberkulosis harus diminum selama enam bulan dan ada aturannya. Terdapat empat macam obat yang diberikan pada dua bulan pertama, antara lain rifampisin, INH, etambutol, dan pirazinamid. Itu keempat obat yang diminum selama dua bulan berturut-turut setiap hari.”
Selanjutnya, pada empat bulan berikutnya, pengobatan TB dilanjutkan dengan pemberian dua macam obat.
“Kalau obatnya diminum hanya sebulan, apalagi diminum hanya dua minggu, maka bakteri TB akan resisten, kebal. Kalau resisten, maka pengobatannya susah,” sambung Syahril.
Berdasarkan informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), MDR-TB masih dapat diobati dan disembuhkan menggunakan obat lini kedua. Namun, pilihan pengobatan lini kedua membutuhkan berbagai macam obat yang mahal.
Dalam beberapa kasus, resistensi obat yang lebih luas dapat berkembang. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh bakteri kebal obat TB lini kedua yang paling efektif, dapat menyebabkan pasien memiliki pilihan pengobatan yang sangat terbatas. MDR-TB ini masih menjadi krisis kesehatan masyarakat global.
Penggunaan seluruh obat perlu hati-hati
Untuk menghindari risiko resistensi bakteri, Juru Bicara Mohammad Syahril mengingatkan agar penggunaan antibiotika selalu sesuai dengan rekomendasi dokter. Selain itu, kehati-hatian juga diperlukan dalam mengonsumsi obat lain, seperti obat untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, misalnya batuk dan pilek.
“Hindari menggunakan obat yang tidak diresepkan atau direkomendasikan dokter, termasuk obat penurun panas, obat batuk pilek, dan lainnya. Kalau (demam) gejalanya ringan dapat diupayakan cara tradisional, contohnya dengan kompres, perbanyak minum air putih, makan yang cukup,” pesannya.
“Kalau (gejala) berlanjut, baru melihat apa yang direkomendasikan dokter. Sekali lagi, bukan hanya obat antibiotika, tapi seluruh obat, penggunaannya harus berhati-hati. Terlebih lagi, banyak yang ingin serba mudah, sakit kepala ingin minum obat, batuk pilek ingin minum obat.”
Dengan demikian, pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat antibiotika yang tepat menjadi kunci mengatasi resistensi obat pada bakteri sekaligus langkah penting mencegah dampak buruk bakteri kebal. (*)
Baca Juga: Tidak Semua Demam Harus Diberikan Antibiotik, Lihat Cara Penggunaannya