GridHEALTH.id - Di Indonesia, buah ceplukan atau physalis peruviana, dulunya sering dianggap sebelah mata, tapi tidak dengan sekarang.
Melansir laman Intisari, buah ceplukan di Brunei satu bijinya bisa seharga Rp10 ribu.
Sedangkan di pusat perbelanjaan di kota besar semacam Jakarta, buah ceplukan sekilonya bisa mencapai Rp500 ribu.
Di Indonesia, tanaman buah ini sering kita jumpai di banyak daerah, bahkan tumbuh liar di lahan kosong pekarangan rumah.
Buah ini akan tumbuh di mana saja asal tanahnya tidak becek, baik dataran rendah maupun tinggi.
Tanaman yang hanya tumbuh setinggi 10 hingga 80 sentimeter ini berasal dari Amrika tropika.
Ia didatangkan oleh orang Spanyol pada zaman penjajahan abad XVII, ketika orang VOC masih merajalela bersaing dengan orang Spanyol dan Portugis menjajah bangsa kita.
Diduga yang berkenalan pertama kali dengan tanaman bawaan ini ialah orang Maluku (yang menyebutnya daun boba), dan Minahasa (yang menyebutnya leietokan), karena merekalah yang pertama kali dijajah penjajah Spanyol dari Filipina.
Dari Maluku, ada yang kemudian mengenalkannya ke Jakarta (sebagai cecenet), Jepara (sebagai ceplukan), Bali (keceplokan), dan Lombok (dededes).
Dari Jakarta baru diperkenalkan ke Sumatra Timur (sebagai leletop).
Source | : | Intisari,Grid.ID,healthbenefitstimes.com |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar