GridHEALTH.id - Gara-gara “ikan asin”, akhirnya artis Rey Utami dan sang suami Pablo Benua berurusan dengan penegak hukam.
Rey Uatmi dan Pablo Benua menjadi tersangka pelanggaran UU ITE yang ada kaitannya dengan "ikan asin".
Setelah seminggu ditahan di sel Polda Metro Jaya, Rey Utami mengalami penurunan berat badan drastis hingga 3Kg.
Sejak Jumat (12/7/2019) kemarin rey dan Pablo mendekam di tahanan Polda Metro Jaya.
Padahal sebelum dipenjara, bisa jadi istri Pablo Benua ini harus merogoh kocek jutaan untuk menurunkan berat badan 3Kg di klinik kecantikan atau mengikuti sebuah program langsing.
Kondisi Rey Utami seperti itu disampaikan oleh Muh Burhanuddin selaku kuasa hukum dari Rey Utami dan Pablo Benua.
"Iya kalau tadi Rey ngomong bahwa berat badannya turun sekitar 3 kg. Dia puasa hari ini dia bilang tadi," kata Muh Burhanuddin di Polda Metro Jaya, Jalarta Pusat, Ranu (17/7/2019).
Kepada kuasa hukumnya, Rey mengaku sangat stres dengan penahanan yang terjadi pada dirinya.
"Ya namanya orang ditahan pasti streslah, depresi. Biasanya di luar senang, tiba-tiba di dalam," bebernya.
Mengenai kondisi Rey Utami seperti itu, melansir jurnal epidemiology & Community Health di jech.bmj.com, disebutkan tahanan perempuan cenderung menderita kesehatan yang buruk pada berbagai indikator.
Dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan, melibatkan tahanan wanita dewasa di dua penjara lokal yang tertutup, juga focus grup dan wawancara individu dilakukan, hasilnya diketahui tahanan perempuan melaporkan bahwa hukuman penjara berdampak negatif pada kesehatan mereka.
Kejutan awal pemenjaraan, perpisahan dari keluarga dan dipaksa hidup dengan wanita lain yang menderita penghentian narkoba dan masalah kesehatan mental yang serius memengaruhi kesehatan mental mereka sendiri.
Penelitian tersebut menemukan meningkatnya individu merokok, makan dengan buruk dan mencari pengobatan psikotropika.
Dalam sebuah penelitian, melansir ncbi.nlm.nih.gov, yang melakukan penelitian lintas seksi di Penjara Regional Jhumka, penjara terbesar di Nepal timur, dari September 2014 hingga Agustus 2015.
Sebanyak 434 narapidana yang dipilih secara acak diwawancarai menggunakan kuesioner semi-terstruktur yang memeriksa karakteristik sosial-demografi, status penahanan, masalah kesehatan yang dilaporkan sendiri, status penggunaan narkoba, dan ide bunuh diri.
Depresi disaring menggunakan skala Center for Epidemiologic Studies Depression.
Tes chi-square dan analisis regresi logistik ganda diterapkan untuk menentukan hubungan antara depresi dan variabel terkait.
Hasilnya, prevalensi depresi di antara para tahanan adalah 35,3%. Sekitar 2,3% melaporkan ide bunuh diri selama penjara dan 0,9% telah mencoba bunuh diri di dalam penjara.
Semoga Rey Utami dan sang suami selalu sehat, karena harus mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya.(*)