GridHEALTH.id - Seperti banyak orang katakan, menjalani proses persalinan malah taruhannya nyawa, bahkan bagi wanita yang menjalani operasi sesar yang juga bertaruh nyawa dengan bekas luka jahitannya.
Seperti yang dialami wanita asal Bogor ini beberapa tahun lalu.
Baca Juga: Jangan Minta Disesar, Luka Bekas Operasinya Rentan Infeksi dan Mengalami 7 Masalah Ini
Dilansir dari Pos Kota tahun 2015, Inne Firmawati, wanita berusia 23 tahun itu mengalami hal mengerikan, jahitan bekas operasi sesar yang ia jalani mengalami infeksi.
Wanita tersebut menyebut dirinya mengalami malpraktek, pasalnya jahitan bekas sesarnya membusuk.
Hal ini tak menutup kemungkinan paling sering terjadi pada wanita yang menjalani operasi bedah.
Menurut WHO, sebuah tindakan operasi bedah rentan mengalami infeksi bakteri pada luka sayatan, dan berkontribusi pada penyebaran resistensi antibiotik.
Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, 11% pasien yang menjalani operasi terinfeksi.
Di Afrika, hingga 20% wanita yang menjalani operasi sesar terkena infeksi luka bekas operasi.
Baca Juga: Udara Musim Kemarau Bikin Iritasi Mata, Tapi Obat-obatan Ini Bisa Jadi Penyebab Juga
Wanita yang mengalami infeksi setelah operasi sesar, tentu membahayakan kesehatannya, juga kehidupannya, dan kemampuan untuk merawat bayi mereka.
Beberapa kasus infeski setelah operasi atau surgical site infection (SSI) ini relatif ringan, dapat langsung diobati dengan cepat.
Namun, jika dibiarkan atau tidak ditangani dengan benar, maka infeksi yang terjadi dapat memburuk sehingga membutuhkan operasi ulang dan bahkan dapat berujung pada kematian.
Menurut Prof David John Leaper, DSc, MD, ChM, FRCS, FACS, FLS yang merupakan salah satu pendiri dan mantan Presiden dari Surgical Infection Society di Eropa serta Ketua dari NICE Guideline Development Group of SSI menyebutkan bahwa pengobatan atau perawatan untuk menyembuhkan infeksi setelah operasi ini memakan waktu 40 triliun dollar per tahun atau sekitar 3 juta dollar yang setara dengan Rp 42 juta.
Akibat biaya yang cukup tinggi inilah, World Health Organization (WHO), Centres for Disease Control (CDC) dan American College of Surgeons (ACS) memberikan beberapa rekomendasi pencegahan SSI.
Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection dikeluarkan oleh WHO pada bulan November 2016 dan terdiri dari 29 jenis rekomendasi yang meliputi 23 topik pencegahan SSI sebelum, selama dan setelah operasi.
Sedangkan di Indonesia sendiri, pencegahan dan pengendalian infeksi sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), nomor 27.
Salah satunya dengan merekomendasikan surgical bundle sebagai pedoman untuk dikerjakan di setiap prosedur pembedahan yang harus dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan.
"Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya SSI berdasarkan guidelines WHO dan NICE adalah mempersiapkan kulit sebelum melakukan prosedur operasi pada lokasi bedah menggunakan preparat alkohol yang mengandung klorheksidin.
"Guideline yang sama juga merekomendasikan untuk menggunakan benang antimikroba yang dilapisi oleh triclosan antiseptic.
"Sudah ada bukti Level 1 A bahwa benang antimikroba secara signifikan dapat mengurangi risiko SSI," jelas Prof Leaper.
Melihat hal ini, PT Johnson & Johnson telah melakukan berbagai inisiatif untuk mengurangi risiko terjadinya SSI di sejak tahun 2017.
"Kami berharap bahwa edukasi yang telah kami lakukan secara berkelanjutan terkait dengan pencegahan SSI dapat dilakukan secara merata di Indonesia dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pencegahan SSI terhadap masyarakat umum maupun para tenaga kesehatan.
"Dengan begitu, SSI diharapkan tidak lagi menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan dan persentase terjadinya SSI dapat menurun di Indonesia," ujar Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs PT Johnson & Johnson. (*)