GridHEALTH.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersiap mengeluarkan regulasi melarang peredaran dan penggunaan vape di Indonesia.
Baca Juga: Sama Dengan Rokok Biasa, Vape Juga Bisa Buat Gigi Kuning
Seperti yang diberitakan di Detik.com, larangan itu termuat dalam usulan revisi Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif.
BPOM ketar-ketir menyusul adanya penemuan zat berbahaya di dalam cairan vape, mulai dari nikotin, propilen glikol, perisa, logal, karbonil, dietilen glikol, sampai nitrosamin yang bisa memicu kanker.
Penemuan di atas seolah langsung mematahkan klaim yang selama ini diyakini pengguna vape bahwa vape lebih aman dibanding rokok biasa.
Belum lama ini di Amerika Serikat, sejumlah remaja dilaporkan menderita kerusakan paru-paru yang penyebabnya mengarah ke penggunaan vape.
Seorang pasien berumur 17 tahun bahkan sampai menjalani transplantasi paru-paru gara-gara vape.
Dokternya sampai bilang kalau ia belum pernah melihat paru-paru remaja rusak separah itu.
Efek mengerikan yang diduga berasal dari vape. Rokok elektrik ini begitu digemari salah satunya karena ada anggapan kalau rokok tersebut lebih aman jika dibandingkan rokok tembakau biasa. Ada juga yang percaya kalau vape bisa jadi metode terapi buat berhenti merokok.
Dua klaim di atas jelas bertolak belakang dengan penemuan soal senyawa kimia berbahaya yang ada di dalam cairan vape.
Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kalau klaim bisa berhenti merokok tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak ada bukti ilmiah yang kuat.
Kembali ke cerita tentang kerusakan paru akibat vape, dokter di rumah sakit Detroit Medical Center (DMC) telah melakukan transplantasi paru ganda pada pasiennya.
Pria yang tidak diketahui identitasnya, yang merupakan pasien tersebut mengalami kerusakan pada paru-paru akibat vaping.
Terkait tindakan transplantasi, tidak ada rincian atau informasi lebih lanjutnya. Namun, pasien tersebut telah meminta tim medis yang merawatnya untuk membagikan foto dan info terbaru terkait keadaanya. Hal ini dilakukannya untuk mengingatkan kepada orang lain tentang bahaya vape bagi tubuh.
Menurut data terbaru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat mengungkapkan, sejak Maret lebih dari 2.000 orang sakit karena vape. Setidaknya, 40 orang meninggal yang terdiri dari kalangan remaja dan dewasa muda.
Dikutip dari BBC, CDC juga mengumumkan, senyawa vitamin E asetat pada cairan vape diduga menjadi penyebab utamanya. Kandungan tersebut sebelumnya juga telah menyebabkan banyak orang yang melakukan vaping jatuh sakit.
Sebagian orang yang menderita akibat vape juga mengatakan, bukan hanya bahan kimia tersebut yang berbahaya, namun juga THC (Tetrahydrocannabinol).