Find Us On Social Media :

Kina Asal Jawa Barat Bisa Mengobati Virus Corona, Ternyata Ini Rahasianya

Kina yang biasa di tanam di Jawa Barat disebut bisa menjadi obat virus corona.

GridHEALTH.id - Ditengah kekhawatiran terkait penyebaran virus corona, peneliti sekaligus Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran, Keri Lestari memberikan kabar baik untuk masyarakat di tanah air.

Dimana menurutnya ada tanaman bernama kina yang biasa ditanam di Jawa Barat dinilai bisa dijadikan sebagai obat virus corona.

Keri menjelaskan bahwa ekstrak kulit batang, cabang dan ranting pohon kina memiliki kandungan klorokuin fosfat.

Dimana klorokuin fosfat tersebut merupakan zat yang disebut dapat memblokir infeksi Covid-19 pada konsentrasi mikromolar rendah.

"Klorokuin biasanya digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria dan berkhasiat sebagai agen anti-inflamasi untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan lupus erythematosus,” tutur Keri dilansir dari Kompas.com (12/3/2020).

Baca Juga: Hati-Hati Penularan Virus Corona Melalui Aktivitas Bercinta, Ini Kata Ahli

Ia juga mengungkapkan bahwa Cina telah mengakui akan kegunaan kandungan kina ini.

Studi yang dilansir US National Library of Medicine National Institutes of Health menunjukkan setidaknya 100 pasien berhasil disembuhkan.

Klorokuin fosfat juga menunjukan aktivitas yang nyata dan memiliki tingkat keamanan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati pneumonia pasien Covid-19.

Hal ini dikarenakan telah dibuktikan melalui uji klinismultisenter yang dilakukan oleh Cina.

"Penelitian mengungkapkan bahwa klorokuin juga memiliki potensi aktivitas antivirus spektrum luas dengan meningkatkan pH endosom yang diperlukan untuk fusi virus atau sel, serta mengganggu glikosilasi reseptor seluler SARS-CoV," tutur Keri.

Baca Juga: Gaet Pria Tampan, Luna Maya Ternyata Sering Tahan Kentut hingga Kena Angin Duduk saat Kencan

Lebih lanjut, Keri mengatakan bahwa Jawa Barat berpeluang sangat besar menjadi tempat produksi obat virus corona.

"Beruntunglah Jawa Barat, punya kebun kina di Bandung. Akan sangat mungkin jika produksi obat yang dinyatakan ampuh melawan virus corona ini, kembali diproduksi di Jawa Barat," katanya.

"Kalau mau dikembangkan kembali sangat bisa. Kami sudah berkomunikasi dengan Kimia Farma, mereka sudah pertimbangkan untuk produksi kembali," pungkasnya.

Baca Juga: Tom Hanks dan Istri Akui Kena Virus Corona Saat Tamasya di Australia, Ini Deretan Publik Figur Lain yang Jadi Korban

Diketahui  sejak 2016, produksi ekstrak kina ini dipindah ke pabrik Kimia Farma di Banjaran, Kabupaten Bandung.

Menanggapi kabar baik tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta para peneliti di daerahnya membuat studi lanjutan terkait temuan ini.

Pasalnya seperti kita ketahui, suatu produk dapat dikatakan sebagai obat jika telah melewati beberapa tahapan dimulai dari mengindentifikasi zat aktif yang terkandung, menemukan cara kerjanya, melakukan uji praklinik sampai uji klinik.

Serta waktu yang dibutuhkan pun tidak sedikit, bahkan bisa bertahun-tahun.

Dalam tahapan pra-klinik, produk yang teridentifikasi memiliki zat aktif dan cara kerjanya akan di uji coba pada hewan untuk melihat efek letal, toksik, terapi, dan margin of safety sehingga ditemukannya dosis (pada hewan) dari produk tersebut.

Baca Juga: Satu Keluarga Tewas Mengenaskan Usai Makan Ikan Buntal yang Racunnya Lebih Mematikan Ketimbang Sianida

Setelah mendapatkan dosis, baru masuk pada uji klinis yaitu percobaan yang melibatkan manusia.

Dalam uji klinis ini terdapat empat fase yang harus dilalui suatu produk sebelum dinyatakan sebagai obat.

Pada fase I, dosis produk akan diuji pada manusia sehat (melibatkan sedikit subjek penelitian), untuk melihat bagaimana tubuh manusia memetabolisme obat tersebut. Apakah hasilnya sama dengan apa yang terjadi pada hewan. Jika lolos uji klinik 1 maka produk boleh melanjutkan ke uji klinik fase 2.

Baca Juga: WNA Positif Virus Corona yang Meninggal Miliki Riwayat Penyakit, Apa Saja Penyakit Pemberat yang Berisiko Covid-19?

Fase II, dalam tahapan ini percobaan akan dilakukan secara spesifik pada manusia sakit, tergantung pada tujuan dan sesuai produk yang sedang diuji.

Misalnya kina ini, berarti manusia sakit yang di uji adalah pasien positif virus corona.

Namun, manusia sakit yang menjadi percobaan tidak sembarangan, mereka harus menandatangani perjanjian hukum yang diawasi oleh kode etik dan pemerintah, serta produknya pun masih belum boleh dipasarkan.

Pada fase ini akan dievaluasi pemberian dosis dan keamanannya. Jika lolos ujian fase dua maka akan lanjut ke fase tiga.

Kemudian masuk fase III, meski produk sudah boleh diprosuksi tapi masih belum bisa dipasarkan. Pada fase ini juga banyak sekali syarat yang harus dipenuhi.

Baca Juga: Satu Keluarga Tewas Mengenaskan Usai Makan Ikan Buntal yang Racunnya Lebih Mematikan Ketimbang Sianida

Dari jumlah populasinya yang besar (melibatkan ribuan pasien), harus diagnosis tertentu, dan tindak lanjut yang lama karena harus dinilai efek jangka pendek, menengah, hingga panjang.

Selain itu, ditahapan ini juga produk yang diteliti akan diuji stastistik bersama dengan plasebo atau 'obat kosong'.

Dimana beberapa orang secara acak (random) akan dipilih sebagai subjek penelitian.

Setengah dari orang-orang tersebut diberi obat yang benar-benar mengandung zat obat, sementara setengahnya lagi diberi obat kosong.

Percobaan ini akan membantu peneliti mengetahui apakah obat tersebut benar-benar efektif atau hanya sugesti pasien yang merasa lebih baik karena tahu mereka telah mengonsumsi produk obat tersebut.

Baca Juga: Indonesia Darurat Infeksi Virus, Total 34 Kasus Positif Covid-19 dan 104 Orang Meninggal Karena DBD

Apabila lolos ujia fase III (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke BPOM dan boleh dijual di pasaran.

Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan obat standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.

Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.

Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.

Baca Juga: Update Covid-19; Cara Penularan Virus Corona dari Jenazah yang Terinfeksi ke Manusia Hidup

Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan obat dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.

Pada dasarnya semua uji praklinik dan uji klinik dilakukan untuk menilai efektivitas dan keamanan produk. Apabila tidak melalui uji tersebut maka siapa pun tidak boleh melakukan klaim efektivitas dan keamanan.

Hal ini penting dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan atau efek samping yang dapat ditimbulkan, tak terkecuali produk dari kina yang belakangan ramai diperbincangkan dapat dijadikan sebagai obat virus corona.

Baca Juga: Selalu Berpakaian Nyentrik, Rama Aiphama Dikabarkan Meninggal Dunia Akibat Sakit Lambung

 

 #berantasstunting