GridHEALTH.id - Upaya pemerintah untuk mengurangi risiko penularan virus corona (Covid-19) sepertinya belum bisa terlaksana secara menyeluruh
Nyatanya, sejak Senin (16/3/2020) pagi ini beberapa angkatan umum mulai dari Transjakarta hingga KRL yang melakukan pembatasan armada dan social distancing malah membuat penumpukan penumpang.
Akibat penumpukan tersebut, tak sedikit penumang yang mengamuk akibat perlu melakukan pengecekan suhu tubuh sebelum ikut masuk ke angkutan tersebut.
Salah satu penumpang KRL dari Stasiun Bogor, Afratya menyatakan banyak orang yang mengamuk lantaran harus menunggu antrean pengecekan suhu tubuh.
Baca Juga: Perawat Usia 40 Tahun Dijatuhui Hukuman Seumur Hidup Oleh Majleis Hakim, 30 Nyawa Tak Tertolong
"Orang-orang pada ngamuk gitu, beberapa mengumpat karena jadi macet. Mungkin beberapa enggak paham bahwa pengecekan suhu tubuh ini penting. Yang mereka tahu bikin ribet, jadi pada ngoceh," ujar Afratya kepada Kompas.com, Selasa pagi.
Ia menambahkan, lantaran berpotensi ricuh, pengecekan suhu tubuh kemudian dilonggarkan.
"Yang naik masih tetap ramai. Pas orang-orang ngamuk-ngamuk akhirnya dilolosin, enggak dicek (suhu tubuh)," tambahnya.
Padahal pengecekan suhu tubuh bukanlah indikator untuk mendiagnosis seseorang terkena virus corona (Covid-19).
Baca Juga: 10 Detik Deteksi Corona, Angkie Yudistia Staf Khusus Presiden Dihujat Warganet
Meski pemerintah dan berbagai instansi mulai menggembar-gemborkan penggunaan termometer untuk mengecek suhu tubuh orang lain, nyatanya hal ini dinilai salah kaprah oleh para ahli.
Menurut World Health Organization (WHO), pemindai termal (thermal scanner) dan termometer dinilai kurang efektif menentukan apakah seseorang tertular virus corona atau tidak.
Kelemahan terbesar dari termometer adalah mereka mengukur suhu kulit, yang bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu tubuh inti, metrik utama untuk demam.
Baca Juga: Update COVID-19; Terlalu Banyak Konsumsi Suplemen Imun Bisa Timbulkan Risiko Autoimune
Tak hanya itu, sebuah penelitian dari University of Michigan mencatat orang yang telah berkendara atau berada di bawah terik matahari dalam waktu cukup lama juga bisa mengalami peningkatan suhu tubuh (heatstorke).
Heatstroke terjadi ketika tubuh gagal mengendalikan suhu tubuh sendiri dan suhu tubuh terus meningkat.
Gejala heatstroke termasuk perubahan mental (seperti kebingungan, delirium, atau tidak sadar), dan kulit memerah, panas, dan kering, bahkan di bawah ketiak.
Heatstroke bisa mematikan. Perlu perawatan medis darurat. Ini menyebabkan dehidrasi parah dan dapat menyebabkan organ tubuh berhenti bekerja.
Oleh sebab itu, tak bisa dipastikan untuk mengukur seseorang terinfeksi virus corona hanya dengan melakukan pengecekan suhu tubuh.
Meski demikian, WHO menyatakan jika seseorang mengalami peningkatan suhu tubuh dia atas 37 °C, perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Hal ini bisa dikhawatirkan seseorang tersebut mengalami demam, atau penyakit lainnya.
Terlepas dari itu, hingga kini masih terlihat adanya penumpukkan penumpang di berbagai anglutan umum akibat adanya pembatasan armada demi pencegahan penularan virus corona (Covid-19). (*)