Keunggulan PUFF adalah mengadopsi teknologi PHP (Perforated Heating Plate) yang sudah dipatenkan.
Pada teknologi ini ada lubang-lubang di plat coil, sehingga akan menghasilkan panas yang lebih merata.
Dengan demikian, aerosol uap yang dihasilkan dari alat PUFF lebih baik.
Prof. Chaerul Anwar Nidom, Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation mengatakan, “Jika paru-paru sudah terinfeksi, akan sulit sekali untuk direhabilitasi, apalagi saati ni belum ada obatnya, perawatan yang diandalkan sekarang adalah infuse vitamin, dan beberapa rumah sakit menggunakan chloroquine dan tambahan oksigen untuk respirasi.
Olehkarena itu, terkait formula BCL, kami mendapat respon positif dari rekan-rekan dokter serta akademisi,” papar Nidom dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, 3 April 2020.
Baca Juga: Di Thailand, Bayi Baru Lahir Dipasangi Pelindung Wajah untuk Cegah Covid-19
Guru Besar Biologi Molekuler UNAIR itu menjelaskan, formula BCL bias diterima secara logika karena mengikat receptor virus corona di paru-paru, bukan mengganggu atau membunuh virusnya.
Jika virus tidak menempel di receptor ACE2 paru-paru, maka virus tidak dapat berkembang biak dan akan mati dengan sendirinya.
“Kita tidak boleh hanya menggunakan konsep yang monoton dalam menghadapi COVID-19. Salah satu cara menangani virus ini yang diusulkan olehteman-teman fakultas kedokteran adalah dengan mengendalikan receptor blocker,” tuturnya.
Lebih jauh Prof.Nidom menuturkan, formula BCL yang diaplikasikan melalui penguapan atau aerosol dapat digunakan oleh mereka yang berisiko tinggi terpapar COVID-19.
Mereka adalah para dokter dan tenaga medis yang bertugas di garis depan, pasien atau penderita COVID-19, dan ODP (Orang DalamPengawasan).