Find Us On Social Media :

Mengapa DKI Jakarta Kembali Catatkan Kasus Tertinggi Covid-19 Pada Fase Transisi?

Peta persebaran Covid-19 di Jakarta. Provinsi DKI Jakarta masih menjadi zona merah penyebaran virus corona di tanah air.

GridHEALTH.id - Memasuki fase transisi, wilayah DKI jakarta justru terus mencatat lonjakan  kasus positif virus corona (Covid-19) yang signifikan.

Berdasarkan data dari www.covid19.go.id hingga 23 Juli 2020, DKI Jakarta mencatatkan penambahan kasus positif sebanyak 416 orang, sehingga total menjadi 17,945 kasus.

Sementara angka kematian akibat virus corona di Jakarta bertambah 1 orang, menjadi 767 orang.

Kemudian pasien sembuh tercatat bertambah 115 orang, dengan total 11.302 orang dinyatakan sembuh, sementara sisanya masih harus mendapatkan penanganan medis.

Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra ada banyak pemicu terjadinya lonjakan angka positif Corona di Ibu Kota.

Baca Juga: 6 Spesies Kelelawar, dan 3 Virus Mematikan yang Dibawanya, Virus Corona Hingga Ebola

Baca Juga: Cenderung Dialami Semua Usia, Penderita Asma Ternyata Berisiko Tinggi Terkena GERD

Menurutnya tinggi kasus baru Covid-19 di Jakarta salah satunya disebabkan sejumlah pelonggaran pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.

"Kejadian di Jakarta yang masih fluktuatif belakangan ini tidak terlepas dari longgarnya situasi semenjak PSBB transisi sejak 5 Juni," kata Hermawan dikutip dari Kompas.com, Senin.

Menurut Hermawan, kebijakan PSBB di Jakarta seharusnya tidak dilonggarkan.

Baca Juga: Hari Anak Nasional : Anak-Anak Indonesia Ada yang Terancam Kehilangan Pengasuhan Orangtua Di Tengah Pandemi

Sejumlah pelonggaran itu membuat seluruh sektor tampak kembali berjalan normal tanpa batasan.

Hal itu berimbas pada kembali naiknya risiko transmisi SARS-CoV-2.

"Ini kan kalau kita lihat pada 5 Juni, pemberlakuan PSBB transisi di DKI luar biasa, sangat longgar, sementara tingkat kesadaran masyarakat, tingkat kepedulian satu sama lain tidak kunjung membaik dan displin," tutur dia.

Baca Juga: Produksi APD dan Masker China Diduga Hasil Kerja Paksa Etnis Minoritas Muslim Uighur

Pelonggaran pada masa transisi, lanjut Hermawan, menyebabkan kontrol terhadap penerapan protokol kesehatan yang belum disiplin juga ikut melonggar.

"Ada yang disebut health protocol atau protokol kesehatan, tetapi ada juga yang disebut health control. Antara protokol dan kontrol itu harus berimbang. Sementara health protocol belum ditegakkan, kontrol malah dilonggarkan," ujar Hermawan.

Baca Juga: Akankah Anies Baswedan Terapkan Rem Darurat Corona? Zona Merah Covid-19 Kini Tinggal Jakarta Pusat dan Jakarta Barat

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyadari tingginya lonjakan kasus pada Minggu kemarin.

Lonjakan kasus tersebut membuat positivity rate Covid-19 meningkat dua kali lipat.

Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif dengan jumlah tes yang dilakukan.

Baca Juga: 2 Kandidat Vaksin Covid-19 Terpilih, Inilah yang Ideal dan Menjanjikan

"Hari ini angka positivity rate itu menjadi 10,5 persen, melonjak dua kali lipat," kata Anies dalam video yang diunggah di YouTube Pemprov DKI Jakarta, kemarin.

Dari penambahan pasien positif Covid-19, Anies menyampaikan, 66 persen di antaranya tak mengalami gejala.

Baca Juga: Walau Dinilai Menambah Cita Rasa, Membakar Makanan dengan Arang Berbahaya Bagi Kesehatan

Mereka tidak menyadari telah terpapar Covid-19.

Mereka baru ketahuan terpapar Covid-19 tatkala petugas dari puskesmas ataupun Dinas Kesehatan melakukan tes.

"Sebanyak 66 % dari (kasus baru) yang kami temukan adalah OTG (orang tanpa gejala), orang yang dia tidak sadar bahwa dia sudah terekspos," ucap Anies.(*)

Baca Juga: Di Masa Pandemi, Pasien DBD Tak Perlu Dirawat di Ruang Isolasi, Kecuali....

 #berantasstunting

#hadapicorona