Find Us On Social Media :

Metode Baru Angkat Penyakit Batu Tanduk Rusa GInjal, Tanpa Radiasi dan Murah

Ilustrasi - Staghorn stone atau penyakit batu tanduk rusa ginjal.

GridHEALTH.id - Batu ginjal menjadi salah satu penyakit serius yang paling dikhawatirkan bahkan ditakuti banyak orang.

Selain bisa memicu komplikasi yang membuat kondisi kesehatan semakin parah, biaya pengobatan batu ginjal pun terbilang sangat mahal.

Salah satu penyakit batu ginjal yang berbahaya dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar adalah staghorn stone atau batu tanduk rusa ginjal.

Batu tanduk rusa ginjal merupakan salah satu batu ginjal yang bentuknya menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang-cabang yang terdapat di pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis, sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa.

Baca Juga: Diskriminasi Pasien Meninggal Covid-19 di Minahasa, Keluarga Korban Diancam Diusir Dari Desa

Dimana besar kecilnya batu tanduk rusa ini tergantung dari ukuran ginjal itu sendiri.

Hingga saat ini, masih belum ada data mengenai prevalensi batu tanduk rusa di Indonesia, tetapi menurut data Riskesdas tahun 2013, prevalensi batu ginjal di Indonesia adalah 0,6%.

Batu tanduk rusa ginjal biasanya diobati dengan metode teknik operasi Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) menggunakan laser atau x-ray yang tentunya membutuhkan biaya besar.

Sebab saat operasi menggunakan metode PCNL x-ray dokter perlu menggunakan ballon dilator  sekali pakai yang harganya cukup mahal.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Memburuk, Jakarta Wacanakan Bakal Terapkan PSBB Lagi

Selain mahal, karena menggunakan x-ray tentunya pasien akan terpapar radiasi yang jika dosisnya berlebih bisa memicu penyakit baru.

Melihat masalah tersebut, Dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D, dokter spesialis urologi FKUIRSCM mengembangkan teknik operasi untuk menghancurkan batu tanduk rusa ginjal di Indonesia tanpa harus menggunakan paparan radiasi.

Baca Juga: Diskriminasi Pasien Meninggal Covid-19 di Minahasa, Keluarga Korban Diancam Diusir Dari Desa

Baca Juga: Kasus Covid-19 Memburuk, Jakarta Wacanakan Bakal Terapkan PSBB Lagi

Baca Juga: Berubah Jadi Zona Kuning, Pembukaan Belajar Tatap Muka di Kota Sukabumi Terancam Batal

Teknik operasi yang dilakukan dengan luka operasi minimal, yaitu PCNL dengan ultrasonografi (USG) sehingga risiko paparan radiasi nol dan meminimalisasi obat-obatan terkait sehingga relatif menghemat biaya yang dikeluarkan.

Berbeda dengan x-ray yang menggunakan ballon dilator sekali pakai, operasi PCNL USG ini diketahui memakai Alken Telecopic Metal Dilator yang dapat digunakan berkali kali sehingga lebih ekonomis dari segi biaya.

Teknik ini pun sudah di laporkan dalam dua jurnal ilmiah bereputasi internasional yaitu Research and Reports in Urology tahun 2020 dan International Urology and Nephrology tahun 2020.

Sejauh ini belum pernah ada yang melaporkan teknik operasi PCNL bebas X ray dengan menggunakan Alken Telescopic Metal Dilator, sehingga dapat dikatakan bahwa publikasi di Jurnal Research and Reports in Urology yang ditulis oleh Dr. Ponco Birowo dan kawan kawan adalah laporan pertama yang menggunakan teknik ini di dunia.

Baca Juga: DKI Jakarta Kembali Pecah Rekor Baru Kasus Covid-19, Anies Baswedan: Penambahan Kasus Seharusnya Disyukuri

Dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D dalam Virtual Media Briefing hari ini mengatakan, “Pasien staghorn stone sering kali tidak merasakan adanya gejala atau keluhan, jika ada seringkali tidak disadari. Oleh sebab itu,batu ginjal bisa menjadi besar.

Jika batunya masih kecil ada keluhan, biasanya akan ke dokter dan langsung diterapi sebelum menjadi besar.

Terdapat beberapa gejala yang perlu diwaspadai, yaitu nyeri pinggang hilang timbul tanpa dipengaruhi gerakan, kencing warna merah atau kencing darah, kencing keruh berpasir atau keluar batu kecil, dan bila sudah lanjut karena infeksi: demam dan nyeri saat berkemih.”

Baca Juga: Berubah Jadi Zona Kuning, Pembukaan Belajar Tatap Muka di Kota Sukabumi Terancam Batal

Dr. Ponco menjelaskan, “Teknik operasi bedah minimal PCNL pada umumnya menggunakan sinar X-ray (fluoroscopy) pada saat mengidentifikasi batu ginjal.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dikembangkanlah PCNL tanpa X ray dengan bantuan USG.

X-Ray free PCNL tidak menggunakan radiasi xray sama sekali dalam proses pencitraan, sehingga dapat mengurangi paparan radiasi bagi pasien, jugaoperator.

Hal ini sangat berguna bagi pasien yang memang sensitif pada kontras, cairan yang digunakan untuk membantu memvisualisasikan struktur organ yang diperiksa.

Pasien yang memiliki riwayat azotemia (peningkatan produk nitrogen di darah) juga dapat memilih prosedur ini, karena kontras dapat memicu azotemia. ”

Baca Juga: Patok Tarif Rp 500 Ribu, Siswi SMP Ini Nekat Jual Diri Demi Beli Kuota Internet dan Kebutuhan Sehari-hari

Pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik, penggunaan USG juga memperkecil kemungkinan komplikasi karena penggunaan USG dapat mempermudah prosedur tindakan.

“PCNL merupakan teknik pembedahan minimal invasif untuk menghancurkan batu ginjal yang menggunakan jarum (needle) dan guidewire yang ditusukkan ke punggung pasien pada kulit dekat ginjal untuk mengakses ginjal dan saluran kemih bagian atas. Luka operasi pada teknik ini sekitar 1 cm. Pada prosedur ini diperlukan pencitraan untuk menilai apakah akses ke ginjal sudah tercapai. Bisa menggunakan x-ray dan fluoroscopy ataupun ultrasonografi. Setelah akses tercapai saluran kemih dilebarkan dengan dilator dan dimasukan kamera untuk melihat struktur ginjal. Kemudian batu dihancurkan. Setelah semua batu dihancurkan, dilakukan pencitraan kembali apakah masih ada batu tersisa atau tidak,” lanjut dr. Ponco.

Baca Juga: Lagi-lagi, Presiden Trump Ngotot Penggunaan Hydroxychloroquine untuk Menangkal Virus Corona

Baca Juga: Sesumbar Puncak Covid-19 Jatim Sudah Terlewati, Pakar Epidemiologi Tampik Perkataan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa: 'Enggak Boleh Keburu'

Batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.

Selain itu, rentan pula bagi mereka yang memiliki penyakit lain seperti; hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).

Abnormalitas struktur ginjal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, uretterocele juga merupakan pasien dengan faktor risiko batu tanduk rusa.

Bagi kelompok usia 55-64 tahun paling rentan terkena batu tanduk rusa, dengan prevalensi pada laki-laki 0,8% dan perempuan 0,4%.

Baca Juga: Dibutuhkan 1.620 Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19 Asal China, Ridwan Kamil Ikut Daftar

Terdapat beberapa faktor risiko yang harus diperhatikan, yaitu faktor keturunan dengan riwayat saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.

Penyakit lain seperti; hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).

Abnormalitas struktur ginjal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, uretterocele.

“Batu tanduk rusa dapat muncul kembali, tetapi hal tersebut dapat dihindari dengan beberapa langkah sebagai berikut: mengonsumsi air mineral cukup, mengontrol konsumsi garam, mengontrol konsumsi protein hewani, mengurangi minuman beralkohol, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat, menjaga kebersihan diri untuk mengurangi kemungkinan infeksi saluran kemih, menambah aktivitas fisik ( aktivitas intensitas sedang minimal 150 menit per minggu atau Aktivitas fisik intensitas berat minimal 75 menit per minggu, atau mengombinasi aktivitas intensitas sedang dan berat yang sesuai),“ tutupnya.(*)

Baca Juga: Usia Bukan Patokan Mengalami Radang Sendi, Anak-anak pun Bisa Mengalaminya

 #berantasstunting

#hadapicorona