Find Us On Social Media :

Kemenkes Tegaskan Hanya Vaksin untuk Atasi Covid-19, Jamu dan Herbal?

Obat tradisional sepertijamu tidak bisa menggantikan vaksin sebagai pencegah atau pengobatan virus corona (Covid-19).

GridHEALTH.idKemenkes Tegaskan Hanya Vaksin untuk Atasi Covid-19, Jamu dan Herbal?

Menurut Kemenkes obat ampuh untuk mengatasi Covid-19 satu-satunya adalah anti-virus berupa vaksin, bukan obat tradisional yang beredar selama ini.

Baca Juga: Seorang Anak Perempuan Usia 8 Tahun Rutin Mengonsumsi Viagra, Terpaksa Dilakukan Demi Kelangsungan Hidupnya

Tak bisa dipungkiri, maraknya klaim obat tradisional yang mampu mengatasi virus corona (Covid-19) sedikit banyak bisa mempengaruhi masyarakat.

Kondisi ini tentu bisa berbahaya jika masyarakat percaya.

Apalagi kepada obat tradisional yang belum teruji secara klinis.

Sebab Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menjadi rujukan kesehatan selama ini, belum mengumumkan mana vaksin atau obat yang ampuh mengatasi wabah Covid-19 ini.

Menanggapi hal ini, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Akhmad Saikhu mengingatkan masyarakat agar berhati-hati atas klaim ampuh obat-obatan tradisional tersebut.

Menurutnya obat Covid-19 satu-satunya adalah anti-virus berupa vaksin, yang mana masih dalam proses penelitian hingga saat ini.

Baca Juga: Seorang Anak Perempuan Usia 8 Tahun Rutin Mengonsumsi Viagra, Terpaksa Dilakukan Demi Kelangsungan Hidupnya

Baca Juga: China Mulai Gerah pada Amerika, Kemenlu Tiongkok Pertanyakan Laboratorium Biologi Militer AS Penyebar Covid-19, Donald Trump Diam Seribu Basa

Oleh karena itu, penggunaan obat tradisional tidak dapat menyembuhkan Covid-19.

“Jamu (obat tradisional,red) ini adalah untuk komorbit dari Covid-19, artinya bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta,” kata Akhmad Saikhu saat berdialog melalui webinar di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Ia menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional terdiri dari tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.

Baca Juga: Asam Sitrat di Jeruk Nipis Berkhasiat Cegah Penyakit Batu Ginjal

Obat-obat tersebut juga harus memenuhi syarat seperti tidak menimbulkan efek samping dan tidak mengganggu fungsi hati ataupun ginjal.

Mengenai kegiatan mencampur ramuan-ramuan jamu atau oplosan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes sudah mengeluarkan daftar ramuan jamu yang dapat dikonsumsi secara langsung sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan.

Akhmad juga mengimbau masyarakat yang memang biasa mengonsumsi jamu, supaya tetap meneruskan pengonsumsian selama jamu tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau meringankan gejala penyakit.

"Untuk masa-masa Covid-19 ini, justru ditingkatkan saja takarannya,” tambahnya.

Baca Juga: Layaknya Covid-19, Swab Tenggorokan Bisa Deteksi Pilek pada Kelamin

Hal senada diutarakan Direktur Standarisasi Obat Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Zat Adiktif Togi Junuce Hutadjulu menjelaskan, bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga bertugas untuk memastikan kelayakan obat tradisional.

Dalam artian bahwa obat tradisional harus memenuhi persyaratan aspek khasiat, keamanan dan kualitas.

“Pengembangan vaksin sekarang sedang berjalan, dan BPOM mengawal untuk memastikan bahwa obat ini nantinya akan aman digunakan dalam rangka pencegahan ataupun treatment dalam Covid-19,” ucapnya mengenai pengawasan terhadap pengembangan vaksin.

Baca Juga: Komitmen Menkes Terawan Prioritaskan Pencegahan Stunting di Masa Pandemi

Togi juga menjelaskan prosedur pembuatan obat yang dilakukan pada situasi pandemi Covid-19, pertama adalah proses penelitian guna mencari molekul yang potensial untuk digunakan.

Setelah mendapatkan molekul, dilakukanlah uji laboratorium untuk menetapkan karakterisasi serta spesifikasinya.

“Kemudian kalau sudah kelihatan ada potensi untuk manfaat dan keamanannya, itu akan pindah ke uji praklinis,” lanjutnya.

Baca Juga: Bikin Geger, Hadi Pranoto Ungkap Isi Racikan Herbalnya, 'Ratu Elizabeth Sudah Saya Kirimi 5000 Botol'

Uji praklinis dilakukan pada hewan untuk membuktikan keamanan obat tersebut, sehingga dapat dilanjutkan ke uji klinis.

Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga fase dalam uji klinis. Fase satu adalah untuk memastikan keamanan. Fase dua adalah untuk memastikan efektivitas. Fase tiga adalah untuk mengonfirmasi keamanan dan khasiat obat tersebut.

Terkait obat tradisional yang tersebar di pasaran, Togi menegaskan bahwa obat tersebut juga harus mendapatkan izin dari BPOM.

Baca Juga: Sering di Bully, Personil Duo Semangka Clara Gopa Nekat Potong Urat Nadi

Masyarakat juga diminta melakukan pengecekan pada kemasan, label, nomor izin edar, serta tanggal kedaluwarsa. Apabila masih terdapat keraguan terhadap suatu produk, masyarakat dapat menghubungi contact center BPOM.

Kemudian mengenai pengembangan vaksin, ia menyampaikan bahwa uji klinis akan dilakukan pada kurang lebih 1.620 subyek di pertengahan bulan Agustus ini.

“Yang melakukan adalah Universitas Padjadjaran, Fakultas Kedokteran. Ini merupakan kerja sama antara Biofarma,” imbuh Togi.

Biofarma diperkirakan akan mengajukan izin edar vaksin di bulan Januari 2021, dan diharapkan persetujuan tersebut dapat dikeluarkan pada Februari 2021.(*)

Baca Juga: Bersumber dari Pabrik Pupuk Pertanian Berisi Ribuan Amonium Nitrat, Begini Cara Penanganan Warga Lebanon yang Terkena Ledakan

 #berantasstunting

#hadapicorona