Find Us On Social Media :

Usianya 27 Tahun Tapi Penampilannya Bak Nenek-nenek, Derita Hutchinson Gilford Progeria Syndrome yang Awalnya Tak Disadari

Wajah Ho Quyen yang keriputan.

GridHEALTH.id - Menjadi tua adalah pasti seiring dengan bertambahnya usia.

Tapi apa jadinya jika usia masih muda, namun penampilan fisik seperti orangtua?

Kondisi inilah yang dialami oleh wanita bernama Ho Quyen, asal Guangdong China.

Baca Juga: Umi Pipik Istri Almarhum Uje Karena Teledor Ketahuan Derita Tumor, Mengaku Tulang Ekor Patah

Awalna dirinya seperti kebanyakan perempuan pada umumnya seusianya.

Penampilan cantik dengan kulit kencang.

Ya, usia Ho Quyen masih 27 tahun.

Tapi pada suatu hari dirinya dikagetkan dengan kondisi wajahnya.

Entah mengapa tetiba saja dirinya mendapati wajahnya berubah menjadi nenek-nenek.

 

Melasir Eva.vn, kejadian itu di alami oleh Ho Quyen hanya dalam waktu semalam wajahnya berubah menjadi keriput layaknya seorang nenek renta.

Baca Juga: Sudah Mulai Bekerja Normal? Dokter Sarankan Agar WFO Terhindar dari Virus Corona: 'Tidak Melepas Masker 1 Detik Pun'

Menurut berita yang membuat banyak dibicarakan, Ho Quyen diketahui sering pulang larut malam dan hanya memiliki waktu sedikit untuk bercermin.

Suatu hari ketika bangun tidur dan bercermin Ho Quyen syok bukan main setelah melihat wajahnya yang berubah menjadi keriput.

Dia melihat seluruh wajah hingga lehernya berubah keriputan mengendur laiknya seorang nenek usia 60 tahun, padahal saat itu usia Quyen baru 27 tahun.

Baca Juga: Jaga Kualitas Asupan Bayi, Ini 3 Ciri-ciri ASI Perah Sudah Basi

Saat itu Ho Quyen masih berpikir positif. Dirinya menganggap hal itu terjadi karena efek baru melahirkan.

 

Namun, kondisinya tak kunjung membaik. Hingga akhirnya berlarut-larut hingga enam bulan lamanya.

Sampai-sampai saat dirinya jalan dengan suami, dirinya disangka ibu dari suaminya.

Karenanya Ho Quyen menjadi malu dan murung, bahkan tak berani memandang cermin.

Hal yang membuatnya lebih menyedihkan lagi, anaknya tak berani berada dekat dengannya.

Baca Juga: RS Mulai Kekurangan Tempat Tidur, Kemenkes Bantah Rumah Sakit Covid-19 Sudah Penuh: 'Kapasitas Dianggap Cukup'

Baca Juga: Warga Bogor Bandel, Wakil Wali Kota Bogor Murka, PKL Tak Pakai Masker Berkerumun Saat Jam Malam

Malah Ho Quyen berhenti dari pekerjaanya, dan kembali ke kampung halamannya di Henan, untuk mencari perawatan medis.

Namun, setelah dia mendatangi semua rumah sakit, mereka mengatakan organ dan fungsi tubuhnya normal tidak terjadi apapun.

Namun seorang dokter menemukan bahwa Quyen menderiya penuaan kulit dini. Penyakitnya disebut Hutchinson Gilford Progeria Syndrome.

Pada 2007 dia melakukan operasi plastik di Rumah Sakit Bedah di Shanghai untuk melakukan operasi.

Baca Juga: Ilmuwan Beberkan Kelemahan Vaksin Buatan Rusia dan China, Ada Risiko Terinfeksi HIV

Dokter melakukan operasi kosmetik peregangan wajah dan injeksi lemak, namun itu hanya berlaku sementara untuk membuatya awet dia harus melakukannya terus menerus.

Setelah 3 kali operasi, dokter membuang sisa kulitnya dan membentuk wajahnya yang kendur, membuatnya kembali normal.

Baca Juga: Tenaga Medis di Semarang Alami Infeksi Ulang Virus Corona: 'Gejalanya Lebih Berat Dibanding Infeksi Pertama, Saturasi Oksigen Turun'

Hutchinson Gilford progeria Syndrome (HIGPS) membuat penderitanya menua delapan kali lebih cepat, manifestasi paling jelas adalah kulit yang mengendur.

Sindrom HIGPS terjadi karena pasien dengan mutasi genetik, selain kulit menua, menyebabkan keterbelakangan pertumbuhan, kehilangan lemak dan rambut rontok, hingga masalah kardiovaskular.

Namun kondisi tersebut tidak mengganggu perkembangan intelektualnya atau perkembangan keterampilan motorik.

Baca Juga: Hanya 30 Daerah di Indonesia yang Tidak Terdampak Covid-19, Kok Bisa?

Penting diketahui, melansir ghr.nlm.nih.gov dalam kajian ilmiah Hutchinson-Gilford progeria syndrome, kondisi ini adalah kondisi genetik yang ditandai dengan munculnya penuaan yang dramatis dan cepat sejak masa kanak-kanak.

Anak-anak yang terkena biasanya terlihat normal saat lahir dan pada awal masa bayi, tetapi kemudian tumbuh lebih lambat daripada anak-anak lain dan tidak bertambah berat badan pada kecepatan yang diharapkan (gagal tumbuh).

Mereka mengembangkan penampilan wajah yang khas termasuk mata menonjol, hidung tipis dengan ujung berparuh, bibir tipis, dagu kecil, dan telinga menonjol.

Sindrom progeria Hutchinson-Gilford juga menyebabkan kerontokan rambut (alopecia), kulit tampak tua, kelainan sendi, dan hilangnya lemak di bawah kulit (lemak subkutan).

Kondisi ini tidak mempengaruhi perkembangan intelektual atau perkembangan keterampilan motorik seperti duduk, berdiri, dan berjalan.

Baca Juga: Studi : Masyarakat Taat Protokol Kesehatan Covid-19 Saat di Rumah, Tapi Acuh Bila di Ruang Publik

Orang dengan sindrom progeria Hutchinson-Gilford mengalami pengerasan arteri yang parah (arteriosklerosis) yang dimulai pada masa kanak-kanak.

Kondisi ini sangat meningkatkan kemungkinan terkena serangan jantung atau stroke di usia muda. Komplikasi serius ini dapat memburuk seiring waktu dan mengancam jiwa individu yang terkena dampak.

Nah, yang menjadi pertanyaan, mengapa Ho Quyen baru mendapati dan menyadarinya ii usia dewasa?

HGPS biasanya didiagnosis selama tahun kedua kehidupan atau setelahnya, ketika fitur progeroid mulai terlihat.

Diagnosis didasarkan pada evaluasi klinis yang menyeluruh, temuan fisik yang khas, riwayat pasien yang cermat, dan pengujian genetik diagnostik, yang tersedia melalui The Progeria Research Foundation (www.progeriaresearch.org).

Baca Juga: Rumah Sakit di Karawang Jabar Abaikan Protokol Covid-19, Keluarga Pasien Terpapar Covid-19, Terancam Dibekukan

Lebih jarang, kelainan ini dapat dicurigai saat lahir berdasarkan penemuan tertentu yang mencurigakan (misalnya, kulit yang "mirip skleroderma" di pantat, paha, perut bagian bawah; sianosis tengah wajah; hidung "pahatan").

Tes pencitraan khusus dapat dilakukan untuk memastikan atau mengkarakterisasi kelainan kerangka tertentu yang berpotensi terkait dengan kelainan tersebut, seperti perubahan degeneratif (osteolisis) pada tulang jari tertentu (terminal phalanges) dan / atau rongga pinggul (acetabulum).

Selain itu, evaluasi jantung menyeluruh dan pemantauan berkelanjutan juga dapat dilakukan (misalnya, pemeriksaan klinis, studi sinar-X, tes jantung khusus) untuk menilai kelainan kardiovaskular terkait dan menentukan manajemen penyakit yang tepat.(*)

#berantasstunting

#HadapiCorona