Ketiga pakar informatika MIT itu antara bulan April hingga Mei 2020 mengambil suara dari 5,320 responden.
Selain merekam suara batuk, mereka juga merekam suara percakapan biasa.
Suara dari 4.256 responden kemudian dianalisis komputer menggunakan jejaring neuron artifisial- CNN.
Data akustik dari 1.064 responden lainnya, dianalisis menggunakan kecerdasan buatan yang sebelumnya sudah terbukti mampu melacak kasus Alzheimer.
Baca Juga: Jadi Presiden Baru Amerika Serikat, Ini 9 Rencana Berbeda Joe Biden Atasi Pandemi Covid-19
Hasil penelitian tersebut sangat menjanjikan. Meski masih ada margin kesalahan namun akurasinya cukup tinggi.
“Modelnya mencapai sensitivitas 98,4 % pada responden yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 dalam tes resmi“, demikian tulis para peneliti yang dirilis dalam IEEE Open Journal of Engineering in Medicine and Biology.
Baca Juga: Zona Merah Berkurang, Benarkah Jadi Alasan Anies Baswedan Sebut Jakarta Mulai Aman Terkendali?