Find Us On Social Media :

Membakar Jenazah Covid-19 Lebih Aman Ketimbang Dikubur, Sri Langka Sudah Melakukannya Tak Terkecuali Bagi Muslim

Petugas kesehatan di India melakukan kremasi pada jenazah.

GridHEALTH.id - Meningkatnya pasien positif virus corona (Covid-19) di India dan Sri Langka membuat permintaan untuk mengkremasi alias membakar jenazah meningkat.

Bahkan pemerintah Sri Langka mengklaim bahwa metode membakar jenazah Covid-19 menjadi abu ini dianggap lebih aman ketimbang dibukur.

Pemerintah setempat pun sempat menerapkan aturan bahwa setiap jenazah Covid-19 harus dikremasi, termasuk umat muslim.

Alhasil penerapan aturan tersebut pun membuat pro-kontra bagi masyarakat, khusunya bagi masyarakat muslim di sasa.

Lantas benarkah kremasi lebih aman daripada mengubur jenazah Covid-19?

Baca Juga: Misteri Hilangnya 3 Jenazah Covid-19 dari Makam di Parepare Akhirnya Terungkap, Ternyata Ini Penyebabnya

Menanggapi hal itu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman pun buka suara.

Menurutnya pola pikir pemerintah Sri Lanka terkait hal ini merupakan hal yang keliru.

Dicky menjelaskan selain Sri Lanka, India juga menerapkan metode yang sama.

Namun negara itu menerapkan kremasi karena diketahui memiliki mayoritas penduduk beragama Hindu yang terbiasa melakukan proses kremasi.

India dan Sri Lanka merupakan negara yang tengah mengalami lonjakan kasus positif Covid-19.

"Ini yang jadi masalah kan di Sri Lanka itu, di Sri Lanka juga sedang mengalami lonjakan sekarang ini," ujar Dicky dilansir dari Tribunnews, Jumat (23/4/2021) sore.

Baca Juga: Usai Catatkan Rekor Positif Tertinggi 3.786 Kasus, Pemprov DKI Siapkan 1.500 Petak Makam Untuk Jenazah Covid-19

Sayangnya pemerintah Sri Lanka sempat memaksakan kehendak untuk melakukan kremasi terhadap seluruh jenazah yang terkonfirmasi atau dicurigai terinfeksi Covid-19, termasuk masyarakat muslim.

Hal ini pun kemudian ditentang oleh umat muslim di negara itu, karena dianggap sebagai tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak beragama.

"Nah ada umat muslimnya yang dikremasi, ini yang diprotes karena pemerintahnya menganggap bahwa dikremasi lebih aman, tidak (benar itu), itu (tindakan) salah," jelasnya.

Baca Juga: Pintu Kaca RSUD Brebes Pecah, Usai Sejumlah Warga Berbondong-bondong Jemput Paksa Jenazah Pasien Covid-19

Dicky pun menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada temuan maupun penelitian yang membuktikan bahwa melakukan kremasi lebih baik dibandingkan dengan cara lainnya seperti mengubur.

"Tidak ada sains yan membuktikan seperti itu, jadi dikubur maupun dikremasi tidak ada bedanya (tidak berpotensi menularkan virus corona)," papar Dicky.

Menurutnya, potensi penularan virus ini justru ada pada cara penanganan jenazah, seperti bagaimana cara membersihkan dan memandikannya jenazah Covid-19.

Karenanya mereka yang melakukan tugas untuk mengurus jenazah ini hingga proses pemakaman diwajibkan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap.

Baca Juga: Muncul Klaster Pesantren di Indramayu, Demi Bisa Solatkan Jenazah Covid-19 Santri Ramai-ramai Hadang Petugas

"Yang berpotensi itu adalah ketika kontak dengan jenazahnya," kata Dicky.

Selain itu, kata dia, mempertimbangkan adat, budaya serta keyakinan dalam suatu agama saat menangani jenazah positif Covid-19 merupakan hal yang sangat penting.

Karena ini merupakan bagian dari HAM yang sangat dijunjung tinggi banyak negara di dunia.

Sehingga tidak boleh memaksakan kehendak untuk memakamkan seseorang dengan cara yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya.

"Yang penting itu adalah bahwa penanganan jenazah harus memperhatikan agama, kebudayaan, kepercayaan setempat. Itu prinsip universal yang dianut dunia karena itu menyangkut hak asasi, karena dikuburkannya harus sesuai dengan agama yang bersangkutan," pungkas Dicky.

Baca Juga: Rasanya Jadi Satu-satunya Petugas Wanita Pemulasaran Jenazah Covid-19 di RSUD dr Soeselo Tegal;

Hal senada pun ditegaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam petunjuk penanganan jenazah Covid-19 yang dibagikan di laman who.int (24/3/2020).

Menurut WHO belum ada bukti bahwa jenazah dari orang yang trinfeksi virus corona bisa menularkan Covid-19.

Untuk itu, mereka yang meninggal karena virus corona bisa dimakamkan berdasarkan tradisi budaya dan agama yang dianutnya.

Baca Juga: Heboh Bola Mata Jenazah Covid-19 Hilang, Satgas Klarifikasi: 'Pembuluh Darah di Bagian Kepala Pecah'

Tapi, hal tersebut harus dilakukan dengan tindakan perlindungan yang tepat alias protokol pemakaman.

Pasalnya, virus tetap bisa berada di tubuh manusia yang telah meninggal selama 24 jam.

Penularan bisa terjadi jika ada proses otopsi paru-paru pasien yang tidak ditangani dengan benar atau tidak sesuai dengan protokol kesehatan.

Risiko infeksi bisa saja terjadi jika terkena cairan tubuh atau sekresi yang keluar dari tubuh mayat.

Karenanya penting bagi petugas pemulasaran jenazah Covid-19 untuk selalu menjalankan protokol pemakamannya dengan disiplin.(*)

Baca Juga: 4 Bulan Jadi Relawan Pemakaman Jenazah Covid-19, Polisi Ini Meninggal Dunia Akibat Terpapar Virus Corona, Sering Bicarakan tentang Dekontaminasi

 #berantasstunting

#hadapicorona

#BijakGGL