GridHEALTH.id - Antibiotik saat ini menjadi momok kesehatan yang mengerikan.
Bagaimana tidak kita saat ini sedang berada di kondisi darurat antibiotik yang menyebabkan resistensi antibiotik.
Baca Juga: Makanan Sehat Untuk Penyandang Diabetes Tipe 1, Ini Rekomendasinya
Jika ini sudah smapai meluas dan meledak, pandemi pada masa depan jauh lebih mengerikan dari pandemi Covid-19.
Sebab bakteri menginfeksi manusia tidak bisa dibunuh dengan antibiotik yang umum.
Ingat, penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik.Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya kuman Streptococcuspneumoniae(SP), Staphylococcusaureus, dan Escherichiacoli.Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, seperti; Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci ( VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-SpectrumBeta-Lactamase (ESBL), Carbapenem Resistant Acinetobacterbaumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis.
Baca Juga: Hanya di Indonesia, Apapun Sakitnya Obatnya Antibiotik, Tahu Apa Bahayanya?
Jadi resistensi antibiotik ini terjadi disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak wajar.
Faktanya, antibiotik sendiri dapat dibeli tanpa resep di 64% negara Asia Tenggara.
The Center for Disease Control and Prevention in USA, pada 2015 menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotika yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun.
Selain itu, penggunaan antibiotika pada peternakan tidak terkendali dan serampangan.
Contoh di peternakan ayam, antibiotik digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan mencegah infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotika pada peternakan, menurut Erwan Budi Hartadi (Mahasiswa Magister Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga), dilansir dari Unair News (3/7/2020), menyebutkan diperkirakan akan tumbuh sekitar 67% dari tahun 2020 sampai 2030.
Baca Juga: 7 Fakta Vaksin Gotong Royong yang Tidak Banyak Diketahui, Ternyata Taktik Pemerintah
Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2018 sudah menyatakan bahwa roadmap penelusuran resistensi bakteri terhadap antibiotika 20% dapat berasal dari pola pemakaian antibiotika pada manusia.
Sedangkan 80%-nya disebabkan oleh faktor pangan asal hewan, dimana penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) berkontribusi terhadap resistensi bakteri terhadap antibiotika pada produk asal hewan.
Baca Juga: 3 Tanda Penyakit Infeksi Covid-19 yang Dialami Semakin Memburuk dan Berbahaya
Padahal mengenai pakan hewan dan penggunaan antibiotik pada hewan ternak sudah ada undang-undang yang mengatur dan melarang tentang penggunaan AGP.
Namun masih saja ada indikasi atau kecurangan dalam penggunaan growth promotor tersebut.
Hal ini karena belum ada pengganti antibiotika sebagai growth promotor, sehingga menjadikan peluang penyalahgunaan praktek penggunaan antibiotika.
Penggunaan AGP di dunia peternakan unggas bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pakan. Pemberian antibiotika biasanya dilakukan melalui pakan, minuman maupun secara injeksi.(*)
Baca Juga: 9 Kelompok Obat Diabetes Terkenal, Ini Efek Samping, Keuntungan, dan Kerugiannya