GridHEALTH.id - Siapa sangka, kasus kematian akibat kanker paru di Indonesia ternyata sudah sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan data dari GLOBOCAN 2020 menunjukkan bahwa kematian karena kanker paru di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 18% selama dua tahun terakhir.
Dimana kasus kematian menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus.
Artinya saat ini di Indonesia ada empat orang meninggal akibat kanker paru setiap jam dan berpotensi untuk meningkat setiap harinya jika tidak dijadikan prioritas nasional.
Dalam penelitian mengenai “Kualitas Hidup Pasien Kanker Paru” juga menunjukan bahwa pasien kanker paru akan mengalami penurunan kualitas hidup (QoL) drastis apabila dibandingkan dengan kanker lainnya.
Kondisi yang rumit ini jelas menghantarkan kanker paru menjadi kanker paling mematikan di Indonesia.
Baca Juga: Sering Kembung Hingga Nyeri Panggul Bisa Jadi Gejala Kanker Ovarium, Simak Penjelasan Dokter!
Diketahui keberhasilan penatalaksanaan pengobatan kanker paru di Indonesia ditentukan dari adanya akses pasien terhadap pengobatan yang berkualitas pula.
Saat ini, pasien kanker paru di Indonesia masih belum memperoleh akses JKN/BPJS secara merata.
Berdasarkan Laporan Keuangan BPJS 2019, hanya 3% dana dari JKN yang telah dialokasikan untuk pengobatan kanker.
Dengan demikian, JKN hanya menjamin pengobatan personalisasi bagi penyintas kanker paru dengan mutasi EGFR positif.
Padahal hampir 60% dari penyintas kanker paru memiliki mutasi EGFR negatif dan masih hanya mendapatkan pengobatan kemoterapi.
Padahal, pengobatan kanker paru di Indonesia semakin inovatif dalam teknologi dan berstandar internasional termasuk imunoterapi.
Menanggapi situasi ini, Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker (IPKP) dan Cancer Information and Support Center (CISC) menegaskan 3 poin rekomendasi penting terkait penanganan kanker paru di Indonesia.
Baca Juga: Angkanya Terus Meningkat, Waspadai Faktor Risiko Kanker Darah Pada Anak
Pertama, penyintas kanker paru berharap agar kanker yang paling mematikan ini menjadi prioritas nasional, karena kesehatan adalah hak asasi manusia dan penyintas kanker paru berhak mendapatkan pengobatan yang paling sesuai dengan tipe kanker paru yang dialami penyintas.
Selain itu, perlu adanya peningkatan SDM khususnya di layanan primer terkait protokol deteksi dini sehingga membuka akses penyintas terhadap skrining tumor pada paru.
Hal ini juga harus dioptimalkan dengan upaya berkesinambungan dalam mengedukasi gejala dan pengendalian faktor risiko kanker paru.
Rekomendasi kedua, terapi inovatif untuk kanker paru dengan mutasi EGFR negatif dan ALK positif, sehingga penyintas memperoleh hak melalui JKN secara penuh sesuai pedoman penatalaksanaan kanker paru.
Rekomendasi ketiga, upaya penanggulangan kanker paru di Indonesia masih membutuhkan gerakan nasional yang kolektif dan kolaboratif dari seluruh kelompok kepentingan.
Selanjutnya, kolaborasi yang kuat antar semua pemangku kepentingan dalam upaya promotif, preventif, diagnosis, kuratif, rehabilitatif dan paliatif ditujukan guna meningkatkan penanggulangan kanker paru secara nasional.
Oleh karena kanker paru adalah kanker yang memiliki tingkat kematian tertinggi di Indonesia, sangat penting untuk menempatkan kanker paru sebagai urgensi nasional. (*)
Baca Juga: 5 Penyebab Sakit Kepala Belakang Tak Biasa yang Harus Diwaspadai
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL