GridHEALTH.id - Masyarakat Indonesia bak tersambar petir di siang bolong.
Baru-baru ini, santer tersiar kabar bahwa uang sekolah hingga sembako akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca Juga: BLT Gaji Dihentikan, Insentif Dipangkas 50 Persen, IDI: 'Kalau Tenaga Kesehatan Marah, Selesai Kita'
Kabar tersebut berembus akibat bocornya revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam pasal 7 ayat 1 RUU KUP tersebut tertulis, pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen, yang semula hanya 10 persen.
Kabar ini sontak menjadi bulan-bulanan masyarakat yang mengaku terhimpit ekonomi selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Melihat hal tersebut, tak sedikit dari masyarakat yang kembali menanyakan perihal bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah.
Di tengah kabar tak sedap mengenai PPN, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengungkapkan bahwa pemerintah akan melanjutkan penyaluran bantuan sosial tunai (BST) atau bansos tunai hingga Juni 2021.
"Rencananya iya diperpanjang (hingga bulan Juni 2021), besarannya sama Rp 300.000," kata Kunta Wibawa, Selasa (18/5/2021), dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/5/2021).
Baca Juga: Jangan Asal Konsumsi, 7 Penyakit Ini Boleh Diresepkan Antibiotik
Sebelumnya, bansos tunai ini dikabarkan berhenti pada April 2021.
Terlepas dari itu, konon tidak hanya sembako dan uang sekolah yang terkena PPN.
Pemerintah kabarnya akan memungut pajak bagi beberapa jenis jasa, seperti jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos. (*)
#hadapicorona