GridHEALTH.id - Vaksinasi Covid-19 menjadi penting di masa pandemi virus corona ini.
Dijelaskan dalam artikel berjudul "Why vaccination is safe and important" yang dilansir dari NHS (30/3/2021), disebutkan bahwa orang yang sudah divaksin sistem kekebalannya cenderung mampu mengenali dan tahu cara melawan suatu infeksi penyakit.
Artinya jika kita disuntik vaksin Covid-19, maka sistem kekebalan kita akan terlatih dalam melawan Covid-19 sehingga infeksi virus tersebut bisa diminimalisir.
Di Indonesia sendiri, orang yang sudah ikut vaksinasi akan diberikan serifikat vaksin.
Sertifikat vaksin ini diketahui menjadi salah satu syarat bagi warga yang hendak bepergian menggunakan transportasi darat, laut, dan udara di wilayah tertentu.
Terutama di wilayah yang memberlakukan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
Warga harus menunjukkan sertifikat vaksinasi, minimal dosis pertama, kepada petugas agar dapat melanjutkan perjalanan.
Namun dalam praktiknya, aturan tersebut memunculkan modus kejahatan baru, yakni pemalsuan dokumen sertifikat vaksin.
Sertifikat vaksinasi Covid-19 memuat data pribadi seperti nama, NIK, tanggal lahir, hingga tanggal vaksinasi.
Modusnya, pelaku menggunakan data orang lain yang sudah melakukan vaksinasi.
Melihat modus tersebut, masyarakat diimbau untuk tidak nekat menggunakan sertifikat vaksin palsu tersebut.
Sebab hukuman yang bisa diberikan bagi mereka yang berani-berani menggunakan sertifikat vaksin palsu untuk bepergian bukan main.
Lantas, bagaimana jeratan hukum para pelaku yang terlibat pemalsuan sertifikat vaksin?
Baca Juga: Mohon Siapkan di Handphone, Warga DKI Kemana-mana Harus Tunjukkan Sertifikat Vaksin Covid-19
Dalam aktivitas perjalanan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, sudah menekankan kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemalsuan dokumen sertifikat vaksinasi.
Pemalsuan dokumen sertifikat vaksin disinggung dalam Surat Edaran Kementrian Perhubungan, yakni SE 56/2021 yang mengatur tentang transportasi darat, SE 58/2021 tentang transportasi perkeretaapian, dan SE 59/2021 tentang transportasi laut.
Intinya disebutkan “Pemalsuan sertifikat vaksin serta surat keterangan negatif Covid-19 akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penumpang yang tidak melaksanakan ketentuan akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Artinya, SE tersebut menyerahkan penindakan terhadap pelaku pemalsuan dokumen perjalanan untuk ditindak berdasarkan hukum yang berlaku.
Regulasi terhadap tindakan pemalsuan dokumen setidaknya telah diatur dalam UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
Selain itu, Ketentuan Hukum Pidana, sebagaimana termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tentunya, jeratan hukum tersebut berlaku tidak hanya kepada pemakai sertifikat palsu untuk kepentingan perjalanan. Pemakai sertifikat vaksin palsu untuk kepentingan apapun dapat dijerat pasal yang sama.
Pasal 35 UU ITE menyebutkan : "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik."
Baca Juga: Sudah Divaksinasi Tapi Sertifikat Vaksin Belum Muncul di PeduliLindungi? Kemenkes Jawab Begini
Sementara Pasal 51 ayat (1) UU ITE mengatur perihal ancaman pidana terhadap perbuatan yang dikategorikan dalam Pasal 35 tersebut, yakni: "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)."
Sementara dalam KUHP, tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olahvbenar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan uraian di atas, masyarakat harus sadar bahwa perbuatan pemalsuan dokumen untuk kepentingan aktivitas bukan suatu pelanggaran ringan/disiplin/etik yang hanya mendapat sanksi administratif maupun tindakan pendisiplinan.
Pemalsuan sertifikat vaksin merupakan suatu perbuatan pidana yang diancam dengan sanksi penjara. Oleh karena itu, masyarakat harus turut serta menyukseskan gerakan penanggulangan wabah/pandemi Covid-19 dengan mengikuti program vaksinasi. Hal itu dapat mempercepat terciptanya herd immunity.(*)
Baca Juga: Klik di Sini, Cara Mudah Mendapatkan Sertifikat Vaksin Covid-19
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL